Opini

Melihat Tahapan Pemilu 2024 di PKPU 3 Tahun 2022

Melihat Tahapan Pemilu 2024 di PKPU 3 Tahun 2022 Oleh : Edy Suhartono (Anggota KPU Kota Medan) Pengantar Tahapan Pemilu tahun 2024 secara resmi sudah diluncurkan oleh KPU RI pada taggal 14 Juni 2022 yang lalu. Terhitung saat tulisan ini dibuat, kurang lebih sebulan tahapan pemilu sudah berjalan. Namun sepertinya belum atau tidak nampak tanda tanda bahwa tahapan Pemilu 2024 tengah berlangsung. Yang terlihat masih sebatas berita dan informasi yang mewarnai jagat media, baik media cetak maupun elektronik tentang manuver sejumlah partai politik melakukan proses proses politik  baik konsolidasi internal maupun penjajakan berbagai kemungkinan melakukan koalisi.  Tulisan ini dengan diinspirasi oleh keluarnya  PKPU 3 tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilhan Umum  tahun 2024 yang diundangkan pada tanggal 9 Juni 2022, mencoba melihat secara lebih detail tahapan dimaksud.   Perbedaan Tampilan PKPU pada tahapan  Pemilu tahun 2024 sedikit berbeda dengan PKPU pada Pemilu sebelumnya. Peraturan KPU mengenai tahapan Pemilu kali ini sedikit umum dan tidak begitu detail mengatur  semua tahapan program kegiatan yang ada. Berbeda dengan PKPU pada Pemilu sebelumnya. Sebagai contoh rekrutmen dan sosialisasi tidak dicantumkan di dalam PKPU 3 Tahun 2002 tentang tahapan yang ada saat ini. Berbeda dengan PKPU sebelumnya di mana, kegiatan rekruitmen secara detail diatur dalam tahapan PKPU lengkap dengan durasi waktu serta petunjuk teknis kegiatannya.  Ada 11 tahapan kegiatan yang tercantum di dalam PKPU 3 tahun 2022 yang diluncurkan pada 9 Juni 2022. Dalam PKPU  ini juga tidak terlihat proses arsiran dengan tahapan Pemilihan yang sejogyanya  juga dilakukan pada tahun 2024 tepatnya tanggal 27 Nopember 2024, yakni Pemilihan Kepala Daerah, baik Gubernur dsan  Waklil Gubenur, Bupati dan Waki Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota.   Konsekwensi Tidak adanya penjelasan secara detail tentang rekrutmen dan sosialisasi, menjadi salah penanda perbedaan tampilan PKPU 3 Tahun 2022  dengan  PKPU pada Pemilu sebelumnya. Tentunya hal ini menarik untuk dicermati. Salah satunya adalah terkait dengan suasana tahapan Pemilu yang cendrung sepi dan biasa saja serta kurang banyak direspon oleh masyarakat. Padahal KPU secara resmi telah melakukan peluncuran (launching) dimulainya  tahapan Pemiu 2024 pada tanggal 14 Juni 2022 yang lalu.. Suasana yang biasa biasa saja inilah yang terasa dan tergambar saat ini di tengah proses tahapan Pemilu yang dijadwal pencoblosannya pada 14 Peruari 2024. Setidaknya ada beberapa hal yang menarik untuk ditelaah dari tampilan matriks tahapan Pemilu 2024 yang ada di PKPU 3  Tahun 2022; yang terkesan lebih umum, fleksible dan sistematis. Pertama, ada 11 tahapan yang diatur   dalam PKPU 3 tahun 2022. Dimulai dari tahapan perencanaan program dan  anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan penyelenggaraan  hingga pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Secara jadwal tahapan ini dimulai pada tanggal 14 Juni tahun 2022   hingga  20 Oktober 2024.   Kedua, tahapan ini sedemikian rupa sehingga terlihat umum, simple dan padat. Terkait dengan rekruitmen dan sosialisasi tampaknya tidak dimasukkan sebagai tahapan Pemilu, namun lebih kepada program atau kegiatan sifatnya. Pertanyaannya mengapa rekruitmen dan sosialisasi tidak dimasukkan dalam tahapan. Apakah kedua kegiatan ini bukan merupakan tahapan Pemilu?  Apa beda tahapan, program dan kegiatan? Berbeda dengan tahapan PKPU sebelumnya kedua kegiatan ini muncul dalam tahapan PKPU yang ada, dan tidak berdiri sendiri. Pasti ada alasan mengapa kegiatan rekrutmen dan sosialisasi tidak dimasukkan sebagai tahapan; atau akan ada PKPU secara khusus yang mengatur tentang rekrutmen dan sosialisasi. Ketiga, dalam pasal 6 PKPU 3 Tahun 2022 dinyatakan bahwa Ketentuan  mengenai rincian program dan kegiatan setiap tahapan dan jadwal penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum. Pasal ini memberikan pemahaman makna dan menegakan bahwa ada perbedaan antara tahapan, program dan kegiatan. Sehingga, rekruitmen dan sosialisasi yang selama ini terlampir dalam setiap tahapan  PKPU, pada PKPU kali ini  (baca: PKPU 3 tahun 2022)  didrop dan akan diatur dalam Peraturan KPU tersendiri. Dengan tidak dimasukkannnya rekruitmen dan sosialisasi dalam PKPU 3 Tahun 2022, dan akan diatur dalam PKPU tersendiri (pasal 6 PKPU 3 tahun 2022) , maka melahirkan pemahaman baru. Pertama, terkait akan lahirnya PKPU khusus rekruitmen dan sosialisasi posisinya secara regulatif sama dengan  PKPU yang lahir sebelummnya (baca: PKPU 3 tahun 2022). Kedua, lahirnya PKPU yang mengatur masalah rekruitmen dan sosialisasi, apakah  keduanya dapat dikategorikan sebagai Program dan Kegiatan sekaligus atau masih dibedakan satu sama lain. . Tidak dimasukkannya  recruitment  dan  sosialisasi dalam tahapan PKPU 3 Tahun  2022 dan akan  menjadi  PKPU tersendiri tentunya menjadi suatu hal  yang baru. Inilah yang menjadi pembeda tampilan PKPU 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024. Tampilan PKPU 3 tahun 2022 tentunya sangat memungkinkan terjadinya perbedaan jadwal pelaksanaan  rekruitmen dan sosialisasi  antara Satker di KPU Propinsi dan Kab/Kota yang ada, karena alasan geografis dan demografis.   Penutup Munculnya pasal  6 di PKPU 3 Tahun 2022  yang memberikan penegasan tentang rincian program dan kegiatan akan diatur  dalam PKPU tersendiri, menjadikan PKPU 3 Tahun 2022 kelihatan lebih fleksibel, tidak sekaku dan sedetil  PKPU sebelumnya. Bahwa rakruitmen dan sosialisasi yang belum ada dalam PKPU 3 tahun 2022  akan diatur dalam PKPU tersendiri. Sehingga kondisi yang sedemikian ini tentunya sedikit banyak berpengaruh terhadap tahapan penyelenggaraan Pemilu yang akan dilaksanakan sebagaimana yang sudah diungkap di atas. Semoga dengan tampilan PKPU yang ada saat ini dan yang akan muncul kemudian semakin memudahkan untuk dipahami dan dilaksanakan oleh peserta pemilihan, masyarakat pemilih serta KPU sebagai penyelenggara dan pelaksana teknis Pemilu tahun 2024. Demikian.   PKPU NOMOR 3 TAHUN 2022 TENTANG TAHAPAN DAN JADWAL PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM TAHUN 2024.

Memahami Pemilu dan Demokrasi Melalui Rumah Pintar Pemilu

Memahami Pemilu dan Demokrasi Melalui Rumah Pintar Pemilu   Edy Suhartono (Anggota KPU Kota Medan)   Pengantar Program Rumah Pintar Pemilu (RPP) mulai dicanangkan oleh KPU RI pada tahun 2015 dan dilaksanakan secara terbatas di 9 Propinsi dan 18 Kabupaten/Kota. Selanjutnya berkembang, pada tahun 2016 program Rumah Pintar Pemilu diadakan di 10 propinsi. Pada tahun 2017, program Rumah Pintar Pemilu terus dilanjutkan dengan daerah sasaran Pilot Project semakin banyak, yakni 273 Kabupaten/Kota dan 15 propinsi. Hingga pada akhirnya program Rumah Pintar Pemilu eksis dan terlaksana di seluruh KPU propinsi dan kabupaten/Kota di Indonesia. Dasar hukum Program Rumah Pintar pemilu adalah mengacu dari UU No 11 tahun 2015 dan secara khusus juga merujuk pada PKPU No. 5 tahun 2015 tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat  dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur , Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Rumah Pintar Pemilu adalah sebuah konsep pendidikan pemilih yang dilakukan melalui pemanfaatan ruang dari suatu bangunan atau bangunan khusus untuk melakukan seluruh program aktifitas project edukasi masyarakat. Rumah Pintar Pemilu selain sebagai tempat dilakukannya kegiatan Pendidikan Pemilih, pun sekaligus sebagai wadah bagi komunitas pegiat pemilu  untuk membangun gerakan. Keberadaan Rumah Pintar Pemilu menjadi penting untuk menjawab kebutuhan pemilih dan masyarakat umum akan hadirnya sebuah sarana untuk melakukan pendidikan nilai nilai demokrasi dan kepemiluan. Tujuan didirikannya Rumah Pintar Pemilu dan Kegiatan Pendidikan Pemilih adalah untuk meningkatkan partisipasi pemilih, baik secara kualitas  maupun kuantitas dalam seluruh proses penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, Rumah Pintar Pemilu juga diharapkan dapat menjadi Pusat Informasi Kepemiluan; mendidik masyarakat  tentang pemilu dan demokrasi; memperkenalkan nilai nilai dasar Pemilu dan Demokrasi serta meningkatkan pemahaman akan  pentingnya berdemokrasi.   Konsep Rumah Pintar Pemilu Konsep Rumah Pintar Pemilu sejatinya adalah pemanfaatan ruang yang ada di dalam suatu bangunan dan mengisinya dengan berbagai informasi tentang pemilu dan demokrasi. Paling tidak ada 4 ruang yang dibutuhkan untuk memaparkan informasi kepemiluan dan demokrasi yang akan ditampilkan. Pertama adalah ruang yang  berfungsi sebagai Ruang Audio Visual; yakni ruang untuk pemutaran film-film kepemiluan dan dokumentasi program kegiatan kepemiluan.  Pada ruang audio visual tersedia layar, sound-sistem, tata cahaya, kursi penonton, projector, perangkat pemutar film, tenaga teknisi. Kedua, ruang Pameran (Display Alat Peraga Pemilu), yaitu ruang untuk menampilkan bahan/alat peraga Pemilu, seperti: brosur, leaflet, poster hingga maket atau diorama tentang Pemilu, bentuk visualisasi 3 dimensi yang menceritakan tentang proses atau peristiwa kepemiluan dan demokrasi, antara lain seperti proses pemungutan suara, denah TPS, peristiwa yang dianggap memiliki nilai sejarah terkait kepemiluan setempat, dsb. Ketiga, Ruang Simulasi, ruang ini berisi alat – alat peraga yang dipergunakan dalam simulasi, seperti kotak dan bilik suara, alat coblos dan alas yang terbuat dari busa, tinta, contoh surat  suara, daftar hadir, dsb. Keempat, Ruang Diskusi. Ruangan ini dirancang untuk menerima audiensi  atau pertemuan/diskusi/workshop/seminar/FGD tentang Pemilu dan Demokrasi. KPU dapat juga mengundang/memfasilitasi para pegiat pemilu atau kelompok peduli pemilu/masyarakat umum dari berbagai segmen, yang akan melahirkan banyak ide/gagasan/evaluasi  untuk perbaikan proses.   Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan Pada tahun 2015, ketika pertama kali KPU RI meluncurkan Program Rumah Pintar Pemilu dan kegiatan Pendidikan Pemilih telah membawa kegairahan dan semangat bagi KPU Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Setidaknya bagi KPU Kota Medan yang dipercaya menjalankan Pilot Project Rumah Pintar Pemilu bersama dengan KPU Propinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara untuk tingkat Sumatera Utara. Pada tahun 2015 tercatat  sebanyak 9 propinsi dan 18 kabupaten/Kota yang mendapat Pilot Project. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Rumah Pintar Pemilu adalah berupa Kegiatan Pendidikan Pemilih. Sebagaimana mengutip kata pengantar almarhum Ketua KPU RI, Husni Kamil Manik yang menyatakan bahwa menyelenggarakan pendidikan pemilih adalah tanggungjawab semua elemen bangsa; penyelenggara pemilu, partai politik, pemerintah, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil[1].  KPU Kota Medan tetap menggunakan istilah Rumah Pintar Pemilu sebagai Pusat Pendidikan Pemilih bagi warga. Penggunaan istilah  atau nama Rumah Pintar Pemilu (RPP) adalah dimaksudkan  untuk menghindari kesan bias etnik tertentu dan lebih menggambarkan nasional, mengingat heterogenitas masyarakat di Kota Medan. Dan melabel Rumah Pintar Pemilu sebagai Pusat Pendidikan Pemilih bagi warga khususnya di Kota Medan pada dasarnya ingin  menegaskan bahwa KPU juga turut bertanggungjawab dalam melakukan proses pendidikan bagi warga khususnya para pemilih yang ada di Kota Medan untuk meningkatkan partisipasi dan mewujudkan Pemilu yang berkwalitas. Pada tahun 2015 kegiatan Pendidikan Pemilih yang dilaksanakan di Rumah Pintar Pemilu di KPU Kota Medan berbarengan dengan kegiatan sosialisasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota. Oleh karenanya kaegiatan pendidikan Pemiih yang dilakukan lebih banyak dilakukan di dalam kelas dengan mengundang berbagai segmen, antara lain: pemilih pemula, pemuda/mahasiswa, tokoh agama, tokoh masyarakat, kelompok perempuan dan kelompok pinggiran. Berbeda dengan kegiatan sosialisasi untuk Walikota dan Wakil Walikota Medan ,  kegiatan Pendidikan Pemilih dilakukan di Aula KPU Kota Medan yang sekaligus berfungsi sebagai ruang pertemuan.  Pada kegiatan perdana ini lebih mengenalkan konsep Rumah Pintar Pemilu dan Pendidikan Pemilih ke berbagai segmen masyarakat.  Adapun kegiatan yang sudah dilaksanakan  oleh KPU Kota Medan terkait program Rumah Pintar Pemilu dan Pendidikan Pemilih adalah berupa kegiatan sosialisasi RPP dan Pendidilan Pemilih ke berbagai elemen (siswa SMA, Pemuda dan Mahasiswa, Kelompok Disabilitas, Ormas dan LSM, Kelompok Perempuan, Tokoh Agama dan Kelompok Pinggiran) Kegiatan lainnya yang tak kalah penting adalah mendampingi dan memberikan arahan dalam proses persiapan Pemilihan Osis (Pemilos) di SMA Negeri 3 dan SMA Negeri 4 Medan. Pada tahun 2016, KPU Kota Medan kembali melanjutkan program Rumah Pintar Pemilu dan melakukan kegiatan Pendidikan Pemilih. Hal ini ditandai dengan menyiapkan pembangunan sarana dan pengadaan alat peraga kampanye berupa desain infografis tentang Pemilu yang ditempel didinding, brosur, stiker, pin, dlsb. serta rangkaian kegiatan pendidikan pemilih yang dilakukan dengan berbegai metode dan segmen. Pada tahun ini juga, tepatnya pada tanggal 14 bulan Desember 2016 KPU Medan melaksanakan Launching Rumah Pintar Pemilu. Kegiatan ini di hadiri oleh Sekretariat KPU RI, Ketua KPU Propinsi Sumatera Utara, Walikota Medan yang diwakili oleh Sekda dan jajaran muspida plus serta undangan lainnya. Kegiatan ini digelar di halaman Kantor KPU Medan. Pada tahun 2017, Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan semakin berbenah, dan mulai melakukan terobosan dengan bekerjsama degan  pemerintah dan SKPD terkait  untuk lebih memasyarakatkan  keberadaan Rumah Pintar Pemilu. Selain itu, tampilan desain Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan telah memberi inspirasi bagi KPU daerah lain untuk semakin memantapkan Rumah Pintar Pemilu yang sedang mereka siapkan. Pada tahun ini juga, tepatnya terhitung sejak 17 Maret s/d 17 April 2017 Rumah Pintar Pemilu KPU Kota Medan hadir dalam kegiatan Pekan Raya Sumatera Utara (PRSU) yang berlangsung satu bulan penuh. Upaya untuk lebih membumikan RPP ke publik di Kota Medan akan terus dilakukan, tentunya bekerjasama dengan para pihak. Hingga saat ini, eksistensi  Rumah Pintar Pemilu (RPP)  tercatat di semua Sekretariat KPU, baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten dan kota; dan menjalankan kegiatan  Pendidikan Pemilh ditempatnya masing masing. Harapannya tentu, kehadiran Rumah Pintar Pemilu (RPP) di tengah tengah masyarakat dapat menjadi model dan pusat pembelajaran tentang Pemilu dan demokrasi.   Dinamika Pemilu dan Demokrasi Demokrasi adalah konsep yang berasal dari bahasa Yunani, “demos” artinya rakyat; dan “kratos” artinya pemerintahan/kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat,   Jadi negara dengan bentuk dan sistem pemerintahan demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Demokrasi mengizinkan warga negara untuk berpartisipasi, baik secara langsung atau melalui perwakilan           Pemilu sebagaimana mengacu dari UU dan PKPU adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat  untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kab/Kota secara langsung dan demokratis di seluruh wilayah Negara Indonesia. Pemilihan adalah sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk memilih kepala daerah Gubernur & Wakil Gubernur; Bupati & Wakil Bupati dan atau Walikota & Wakil Walikota  sesuai wilayah secara langsung dan demokratis. Istilah Pemilihan lebih populer disebut dengan Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah.             Pemilu dan Demokrasi adalah dua konsep yang terkait satu sama lain. Oleh karenanya  membincangkan masalah demokrasi maka termasuk di dalamnya membahas masalah Pemilu.           Untuk memahami lebih jauh tentang Pemilu dan Demokrasi kaitannya dengan peran serta masyarakat di dalamnya, maka dapat dilihat melalui peran KPU sebagai penyelenggara Pemilu dan Pemilihan sebagaimana yang diamanahkan oleh UUD 1945. Potret dan dinamika perjalanan Pemilu dan Demokrasi di negeri ini setidaknya sudah dimulai sejak tahun 1955 ketika Pemilu pertama digelar setelah Indonesia Merdeka. Demikian seterusnya pelaksanaan Pemilu dilaksanakan secara  teratur pada setiap lima tahunan dan menjadi  momentum penting bagi negri ini dalam rangka memilih pemimpin, baik di tingkat Eksekutif maupun Legislatif. Di Kota Medan potret dan dinamika perjalanan Pemilu dan Demokrasi dapat dilihat dan ditelusuri di Rumah Pintar Pemilu yang menyajikan informasi kepemiluan dan demokrasi sekaligus sebagai Pusat Pendidikan Pemilih  bagi warga di Kota Medan. Penyajian informasi dalam berbagai bentuk serta kegiatan Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih di Rumah Pintar Pemilu menjadi program yang strategis dan penting di tengah semakin merosotnya kesadaran warga tentang arti penting Pemilu dan Demokrasi. Tingkat partisipasi warga yang terus menurun dalam setiap pesta  demokrasi (setidaknya di Kota Medan) menjadi salah satu alasan kuat bagi KPU Kota Medan untuk terus melaksanakan kegiatan Sosialisai  dan Pendidikan Pemilih dalam program Rumah Pintar Pemilu. Melalui  Rumah Pintar Pemilu, diharapkan pemahaman para pemilih dan warga kota Medan tentang apa  itu Pemilu dan Demokrasi menjadi lebih baik dan antusias untuk berpartisipasi menjalankan hak pilihnya. Penelusuran terhadap hasil Pemilu dan Pemilihan yang berlangsung di kota Medan sejak tahun 2004 sd/ 2020 menunjukkan angka partisipasi kehadiran pemilih yang sangat dinamis. Dinamika angka partisipasi yang cendrung bersifat fluktuatif, dan menunjukkan suatu pola yang ajeg, dimana pada setiap pemiliihan yang bersifat nasional maka angka partisipasi pemilih cendrung tinggi namun jika  pemilihan kepala daerah angka partisipasi pemilih cendrung rendah. Meski secara kwantitatif capaian  angka partisipasi pemilih di Kota Medan tidak pernah mencapai target nasional yang ditetapkan  oleh KPU di atas angka 75 %, namun secara kwalitatif perhelaan demokrasi Pemilu dan Pemilihan yang berlangsung Kota Medan berlangsung aman dan lancar serta terkendali. Kondusifitas dan stabilitas inilah yang terus terjaga dengan baik;  dan dapat menjadi tolok ukur secara kwalitatif bahwa pesta demokrasi, Pemilu dan Pemilhan di Kota Medan berjalan  sukses, baik prosesnya maupun hasilnya; dan tidak menimbulkan gejolak maupun chaos di masyarakat, Capaian hasil Pemilu baik kwantitatif maupun kwalitatif dapat menjadi salah satu cara untuk melihat dinamka perkembangan dan kwalitas demokrasi itu sendiri.   Pendidikan Pemilih dan  Pendidikan Kewarganegaraan Kegiatan pendidikan kepada para pemilih melalui Rumah Pintar Pemilu (RPP)  tidaklah dimaksudkan untuk mengambill alih peran lembaga pendidikan baik sekolah  maupun universitas.  Kenapa KPU melaksanakan kegiatan  pendidikan pemilih (voter education) dan bukan pendidikan politik (political education)?  Karena KPU bukanlah Partai Politik melainkan Penyelenggara Pemilu dan Pemilihan yang berkepentingan agar para pemilih menjadi lebih cerdas dan sadar untuk menjalankan hak pilihnya.  Sedangkan Pendidikan Politik tentunya akan lebih pas bila dilaksanakan oleh Partai Politik dan menjadi tanggungjawab Partai Politik untuk mendidik para kader dan basis massa yang dimiliki. Istilah Pendidikan Pemilih (voter education)  bukanlah hal yang baru, istilah ini paling tidak  sudah ada sejak 1998 ketika Pemilu Pasca Orde baru digelar pada tahun 1999.  Setidaknya di Sumatera Utara pernah ada lembaga bernama SVECH (Sumatra Voter Education Clearing House), sebuah organisasi nonpemerintah (NGO) yang memiliki concern dan melakukan kegiatan sosialisasi dan penyampaian informasi tentang perhelatan Pemilu tahun 1999 melalui berbagai produk informasi (brosur, leaflet, booklet, buku, poster, spanduk hingga baliho. Kegiatatan diskusi tentang kepemiluan dan demokrasi juga menjadi concern lembaga ini sebagai bagian dari fungsi clearing house, khususnya bagi masyarakat yang ingin memahami dan mendapatkan informasi tentang Pemilu tahun 1999, baik di wilayah Medan maupun  wiilayah Sumatra lainnya. Bagi KPU kegiatan Pendidikan Pemilih melalui Rumah Pintar Pemilu menjadi salah satu kegiatan strategis untuk membangun kesadaran serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam setiap pemilihan. Hal ini sejalan dengan misi KPU yakni ,meningkatkan partisipasi dan kualitas pemilih dalam Pemilu. Selama ini ada stigma di masyarakat yang menganggap bahwa KPU hanya bekerja  dan berkegiatan pada setiap 5 tahun sekali atau  pada saat berlangsungnya Pemilihan. Dengan adanya kegiatan Pendidikan Pemlih melalui Rumah Pintar Pemilu,  maka aktifitas KPU dalam melaksanakan kegiatan Pendidikan Pemilih  dapat dilakukan kapan saja dan tidak mesti harus ada kegiatan Pilkada atau Pemilu. Sementara kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) merupakan istilah yang akrab dengan materi pembelajaran di  lembaga pendidikan formal, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, yakni pada mata pelajaran  PPKN atau Pendidiikan Kewarganegaraan (civic education). Kedua istilah di atas, baik Pendidikan Pemilih maupun Pendidikan Kewarganegaraan memiliki  kekhasannya masing masing. Jika Pendidikan Kewarganegaraan (civic education)  dilakukan secara formal di dalam ruangan dengan materi dan kurikulum serta buku referensi yang baku, sementara  Pendidikan Pemilih (voter education) cendrung bersifat informal dan tidak terpaku pada satuan mata pelajaran ataupun  materi dan kurikulum yang baku.  Kegiatan pendidikan pemilih  juga tidak harus dilakukan di dalam kelas, bisa dilakukan di ruang terbuka atau pro aktif berkunjung ke komunitas untuk melakukan  proses pembelajaran secara out class. Perbedaan antara keduanya tentunya tidak menjadi alasan  untuk tidak bisa bersinergi satu sama lain Memasukkan materi berupa muatan lokal tentang informasi kepemiluan yang ada di masing masing daerah tentunya akan menambah bobot kegiatan Pendidikan Kewarganegaraan. Sebaliknya penyiapan materi pembelajaran serta  kurikulum secara ajeg dan sistematis yang dilengkapi dengan buku rujukan serta durasi waktu belajar dapat menjadii contoh dan diterapkan dalam kegiatan Pendidikan Pemilih. Selama ini  materi pembelajaran tentang PPKN tampaknya  belum memuat seutuhnya  informasi dan muatan local terkait tahapan,  proses, dan hasil pemilihan yang ada di masing masing daerah. Padahal ini penting untuk memahamkan kepada para pelajar dan mahasiswa tentang realitas yang ada di tempatnya. Muatan lokal inilah yang dapat diisi oleh KPU melalui  pembobotan pada mata pelajaan Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) baik di sekolah maupun perguruan tinggi. Sehingga  kegiatan  Pendidikan Pemilih dan Pendidikan Kewarganegaraan tidaklah dalam posisi saling berhadapan (vis a vis)  melainkan saling  melengkapi satu sama lain. Disinilah arti penting  dan relevansi  konsep Pendidikan Pemilih (voter education) yang dilakukan oleh KPU dengan konsep Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) yang dilaksanakan di  sekolah maupun universitas. Oleh karenanya perlu kerjasama yang lebih intensif dan konkrit untuk mendorong lahirnya materi pembelajaran tentang Pemilu dan Demokrasi yang memasukkan muatan lokal dalam kurikukum dan satuan mata pelajaran baik di tingkat sekoah maupun di perguran tinggi, Semoga   [1] Kata Pengatar Almarhum Husni Kamil Manik, mantan Ketua KPU RI, dalam buku Rumah Pintar Pemilu: Pedoman Pendidikan Pemilih,  KPU RI , 2015   [i] Makalah pada Kegiatan Kunjungan “Audiensi dan Diskusi” Mahasiswa UINSU ke KPU Medan, 9 Juni 2022 [ii] Komisioner KPU Medan Divisi SDM, Parmas & Sosdiklih

PILKADA DI TENGAH PANDEMI (Pembelajaran dari Pilkada Kota Medan Tahun 2020)

    PILKADA DI TENGAH  PANDEMI (Pembelajaran dari Pilkada Kota Medan  Tahun 2020)                 Edy Suhartono Divisi SDM, Parmas & Sosdiklih Latar Belakang          Pesta demokrasi Pilkada Serentak tahun 2020 di 270 daerah (termasuk Kota Medan) di  tengah masih mewabahnya bencana nonalam  Corona Virus Disease 19 (Covid 19) selesai dilaksanakan.  Pada tanggal 21 Maret 2020 , KPU RI, melalui Keputusan Komisi PemilihanUmum Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil WaliKota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 telah menunda pelaksanaan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan serentak Tahun 2020, yaitu: Pelantikan dan Masa Kerja Panitia Pemungutan Suara (PPS); Verifikasi Syarat Dukungan Calon Perseorangan; Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan Pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian; dan Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih Berdasarkan Keputusan KPU RI dimaksud,  KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan  Pemilihan Tahun 2020 juga telah menetapkan keputusan tentang penundaan tahapan Pemilihan Tahun 2020. Terhitung sejak 15 Juni tahun 2020, KPU melanjutkan kembali tahapan yang tertunda setelah ada kesepakatan antara Pemerintah cq. Kemendagri, Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu ditandai dengan mengaktifkan kembali badan ad hoc PPK dan Pelantikan PPS yang tertunda serta rekrutmen tenaga Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP) untuk pelaksanaan kegiatan pencocokan dan penelitian (Coklit),         Selanjutnya KPU mengeluarkan peraturan KPU terkaita pelaksanaan Pemilihan di tengah masih berlangsunya bencana nonalam Covid 19, yakni PKPU No. 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID 19). Ada beberapa  hal yang menjadi tantangan  dalam kegiatan Pemilihan  Kepala Daerah tahun 2020 di masa Pandemi Covid 19 ini. Pertama, terkait masalah tahapan  yang berlangsung rigid dan kesiapan tenaga penyelenggara  (SDM) Pemilihan  yang ada disemua tingkatan terutama yang berada di garda depan dan berhadapan lagsung dengan para pemilih dan menjadi pelaksana teknis di lapangan, seperti tenaga PPS, PPDP dan KPPS. Kedua, masalah sosialisasi dan partisipasi masyarakat yang tentunya menjadi tidak mudah ditengah merebaknya wabah Covid 19. Ketiga, masalah adaptasi dengan kehidupan normal baru (new normal). Pelaksanaan Pemilihan di tengah wabah Pandemi Covid 19  tentunya beresiko. Jika  ada satu tahapan yang telat dan melambat karena tidak disiplin menerapkan standar protocol Covid 19 (pemakaian masker, hand sanitizer, menjaga jarak), maka KPU yang menyelengarakan Pilkada akan berpotensi menjadi kluster baru bagi perluasan wabah Covid 19.  Keselamatan penyelenggara tetap menjadi skala prioritas dan harus diutamakan. Oleh karenanya  pemahaman dan penanaman nilai nilai kenormalan baru harus  disiplin dipraktekkan oleh penyelenggara dalam melaksanakan tahapan pemilihan. Pilkada Sukses dan Pilkada Sehat menjadi komitmen bersama untuk bisa diwujudkan. Masih tingginya grafik Covid di Sumut dan Medan khususnya, tentunya  ini menjadi salah satu alasan penerapan protokol Covid 19 harus benar benar dilaksanakan secara ketat. Konsekwensinya pekerjaan KPU menjadi bertambah, yakni melakukan sosialisasi dan edukasi tentang normal baru kehidupan yang harus benar benar dipahamkan dan diterapkan tidak hanya kepada penyelenggara tapi juga kepada pemilih dan peserta pemilihan. Penerapan standard normal baru  inilah yang agaknya menjadi  tantangan bagi penyelenggara untuk bisa benar benar ditegakkan. Ini menyangkut  masalah kebiasaan (habit) yang hanya bisa dirubah melalui proses pembudayaan (enkulturasi) terus menerus. Karenanya implementasi kenormalan baru (new normal) merupakan suatu tantangan yang harus diterapkan  baik dalam diri pribadi,  keluarga, dan masyarakat. Selain melakukan sosialisasi dan edukasi  tentang adaptasi Normal Baru (new normal), KPU juga harus menyediakan Alat Perlidung Diri  (APD) untuk memastikan fasilitas pendukung tersebut bisa dimiliki tidak hanya oleh penyelenggara pemilihan tapi juga para pemilih dan peserta pemilihan meliputi masker, hand sanitizer, face shield, sarung tangan  pada saat melaksanakan tugas tahapan di lapangan. Pengadaan APD ini tentunya membutuhkan anggaran yang cukup besar  Oleh karenanya harus diimbangi dengan kesadaran (conciousness) masyarakat untuk berdisiplin menggunakannya dalam keseharian.  Sebelumnya , pada tahun 2019, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif juga sukses  digelar.  Kedua Pesta perhelatan demokrasi ini dapat dilaksanakan dengan baik  dan berlangsung cukup aman dan lancar dengan tingkat partisipasi yang cukup siginifikan.  Paling tidak untuk Kota Medan Pemilu tahun 2019 menghasilkan angka partisipasi sebesar 74.20 % untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan 73,67 % untuk Pemilihan DPRD Kota Medan. Ada peningkatan angka partisipasi yang cukup tajam dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif  tahun 2014.  Dua momentum pesta demokrasi ini yang berhasil dilaksanakan dengan sukses, aman dan lancar membuktikan bahwa masyarakat di negri in memiliki kesadaran  dan antusias yang cukup tinggi serta mendukung proses demokrasi yang berlangsung, yakni memahami proses pemilih tanpa gangguan tantangan yang cukup berarti. Pilkada serentak tahun 2020, ada peningkatan atau selisih angka partispasi yang cukup signifikan  dari tahun 2015 ke tahun 2020, yakni gab angka partisipasi sebesar 20.42 %. Sebagaimana diketahui angka partisipasi Pilwako Medan pada tahun 2015 sebesar 25.38 % sedangkan pada tahun 2020 sebesar 45.80 %. Selisih angka kenaikan ini tercatat sebagai 5 tertinggi di Indonesia bila diperhadapkan pada angka partisipasi tahun 2015.  Walaiu sebelumnya banyak pihak yang mengkhawatirkan capaian tingkat partisipasi dan kehadiran pemilih ke TPS Jika Pemilu 2019, dilaksanakan dengan 5 surat suara, dimana rakyat memilih sekaligus Presiden Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan Pemilihan pada tahun 2020 merupakan Pemilihan Kepala Daerah serentak yang berlangsung di tengah masih merebaknya bencana nonalam Covid 19, menjadikan pesta demokrasi ini  menjadi tidak hanya penuh tantangan; apakah pemilih akan berani datang ke TPS tapi sekaligus kekhawaturan jika KPU menjadi pemicu cluster baru Covid 19. Bencana nonalam Covid 19 menjadikan tahapan pelaksanaan pesta demokrasi dirasakan sangat penuh resiko dan berharap agar proses tahapan pemilihan berlangsung lancar dan penyelenggara Pemilihan tetap diberi kesehatan dan terhindar dari bencana nonalam Covid 19. Tulisan  ini merupakan studi dokumen dengan  setting lokasi di Kota Medan, khususnya KPU Kota Medan yang merupakan salah satu penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (baca: Walikota dan Wakil Walikota) pada tahun 2020. Kota Medan  merupakan salah satu barometer  di Sumatera Utara dengan jumlah populasi pada tahun 2020 mencapai  2,435,252 jiwa dengan luas area 265.10 km2 dan kepadatan penduduk 9.186 jiwa/km2.  Kota Medan juga dikenal sebagai kota multietnik (Pelly, 1994),.  Meski heterogen, namun tak ada budaya dominan (dominan culture) di Kota Medan (Bruner, 1987)  Ada 21 kecamatan, 151 kelurahan serta 2001 Lingkungan di Kota Medan, masing masing kecamatan tersebut adalah : Medan Barat, Medan Baru, Medan Timur, Medan Area, Medan Kota, Medan Polonia, Medan Petisah, Medan Johor, Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Sunggal, Medan Labuhan, Medan Deli , Medan Belawan, Medan Tembung  Medan Marelan, Medan Maimun, Medan Selayang, Medan Denai, Medan Perjuangan, Medan Amplas. Pelaksanaan Pemilihan kepala daearah di Kota Medan  pada tahun 2020 ditengah masih berlangsungnya bencana nonalam Covid 19 merupakan tantangan tersendiri dan menjadi sangat strategis. Tulisan akan melakukan analisis terhadap tampilan data partisipasi pada Pemilihan dan Pemilu di Kota Medan selama 2004 – 2020. Dan secara khusus pada Pilwako tahun 2015 dan Pilwako Medan 2020 dengan cara membandingkan sekaligus menyandingkan data yang ada untuk meilihat  dinamika dan trend  angka partisipasi yang ada di masing masing kecamatan serta sejauh mana pengaruh bencana nonalam Covid 19 terhadap partisipasi pemilih di masing masing kecamatan pada Pilwako Tahun 2020. Unit analisis dalam stud dokumen ini adalah tampilan angka partisipasi pemilih pada pelaksnaan Pemilu maupun Pemilihan di Kota Medan selama rentang waktu 2004 – 20202. Dan secara khusus analisis juga dilakukan terhadap dinamika angka partisipasi yang ada di masing  masing kecamatan pada 2 momentum pemilihan, yakni Pilkada Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015 dan tahun 2020. II.Metodologi Metode yang digunakan dalam studi dokumen dengan cara mendeskripsikan perolehan data  partisipasi pada Pemilu dan Pemiihan yang ada di Kota Medan, antara rentang waktru 2004 – 2020. Selanjutnya perbandingan dan penyandingan data partisipasi secara khusus pada dua momentum pemilihan Walikota dan Wakil Walikota  Medan tahun 2015 dan 2020 sekaligus melakukan analisis terhadap matriks dan infografik perolehan  angka partisipasi pada 16 tahun terakhir (2014 – 2020).  Alasan memilih 2 momentum Pemilihan Walikota tahun 2015 dan 2020 adalah untuk melihat trend dan dinamika angka partisipasi yang ada sekaligus melakukan analisis terhadapnya. Bahwa perolehan angka partisipasi Pilwako Medan tahun 2015 merupakan yang terendah seluruh Indonesia sehingga acap menjadi perhatian. Oleh karenaya dengan membandingkannya pada Pilwako 2020 ingin diihat hal hal apa saja yang mempengaruihi dinamikam angka partisipasi pemilih. Adapun alur pemilihan lokasi penelitian ini adalah mengacu pada tampilan data  partisipasi pemilih di Kota Medan selama rentang waktu 16 tahun, yakni 2004 – 2020. Selanjutnya secara khusus alur akan focus untuk melihat perolehan angka partipasi yang ada pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015 dan Pilwako tahun 2020 di masing masing kecamatan yang ada. III. Konsep dan Teori    Untuk memahami dinamika partisipasi pemilihan di Kota Medan, khususnya terkait dengan faktor sosial budaya, perlu pemahaman tentang  konsepsi kebudayaan  yang bersinggungan dengan dimensi politik.  Dalam hal ini Malinowski (1944:36) mendefenisikan kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang integral yang terdiri dari penerapan dan penggunaan berbagai kelompok sosial, ide pemikiran, materi atau hasil budaya, kepercayaan dan tradisi. Pemahaman kultural masyarakat dalam praktik politis merupakan bagian kehidupan yang berjalan secara general, tarik-menarik dan kesepakatan terhadap dimensi politik adalah hasil pembelajaran masyarakat sebagai kelompok sosial.  Fenomena pilkada Walikota Medan tahun 2015 dan 2020 meski secara waktu sudah berlalu namun tetap menarik dan relevan dalam melihat perilakupemilih  setelah fenomena tersebut berlangsung; mengingat masih rendahnya derajat partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Medan yang lalu dengan angka partisipasi 25.38 %, terendah di Indonesia dan membandingkannya dengan Pilkada tahun 2020 dengaa angka partisipasi 45,80 % .. Terkait masalah perilaku , Matsumoto (2007:1286) mendeskripsikan perilaku individu dalam kelompok masyarakat adalah hasil keterhubungan antara peran sosial yang bergantung pada aspek kultural dan identitas peran pribadi yang berbeda dalam dimensi ruang dan waktu. Lebih lanjut ia  mengatakan bahwa perilaku individu dalam masyarakat adalah respon atas peran sosial dengan basis budaya dengan mengadopsi identitas peran dan menghadapkan identitas tersebut pada beragam situasi sosial. Prilaku budaya politik masyarakat sebagai pemilih menurut Svitaylo, et al (2014:939-940) dipengaruhi oleh kombinasi antara orientasi kognisi dan orientasi afektif dari pemilih terhadap calon dan partai, alasan dan latar belakang sosial calon. Hal ini masih senada dengan teori Almond dan Verba yang menggambarkan ada 3 orientasi pemilih harus berpolitik, yakni: cognitive, affective dan evaluasi.   Perilaku masyarakat pemilih dalam konteks ini tidak hanya kombinasi faktor sosial budaya dan perilaku kultur politik masyarakat namun juga dipengaruhi oleh bentuk pilihan rasional atas tindakan politis masyarakat terhadap calon pilihan. Tindakan pilihan masyarakat terbagi atas dua bahagian, yaitu bentuk pilihan untuk memilih dan bentuk pilihan untuk tidak memilih dimana kedua bentuk pilihan tersebut didasarkan atas pilihan rasional pemilih dengan beragam pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat. Scott (2000) mengetengahkan pilihan rasional sebagai konsep yang dibangun atas karakter manusia dan melakukan kalkulasi modal dan keuntungan dari aksi sebelum memutuskan untuk melakukan. Konsep pilihan rasional ini dalam ranah ilmu sosial merupakan bentuk aplikasi interaksi sosial yang diambil dari teori pertukaran (exchange theory).  Malinowksi (1922) dan Mauss (1925) melihat bahwa pertukaran sosial terdapat dalam struktur resiprositas dan obligasi sosial, dimana bentuk pilihan rasional didasarkan pada pemikiran dan pengalaman yang dimiliki oleh individu masyarakat untuk melakukan dan memutuskan suatu pilihan. Dalam konteks pilihan politik, pilihan rasional masyarakat pemilih seringkali berbenturan dengan kepentingan politik hal ini diyakini sebagai bentuk perlawanan dan kritik terhadap kepentingan politik yang tidak dapat menampung aspirasi masyarakat dan tidak menjalankan fungsi keterwakilan melalui praktik politik yang ada. Dalam penelitian ini pilihan rasional masyarakat pemilih akan dilihat dalam bingkai faktor sosial budaya yang menjadi latar belakang pilihan rasional masyarakat untuk tidak memilih atau dalam bahasa politik pilkada diistilahkan sebagai rendahnya partisipasi politik masyarakat untuk memilih. IV.  Analisis   Melihat pada proses hasil Pemilihan dan Pemilu di Kota Medan pada 16 tahun terakhir (2004 – 2020)  menarik untuk menyandingkan sekaligus  membandingkan tampilan data dengan pemilihan sebelumnya khususnya pada level yang sama, yakni Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan; Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan Pemilu Legilslatif , baik DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten. Ada fakta menarik bahwa trend kehadiran Pemilh di Kota Medan pada setiap Pemilihan  kepala daerah, baik itu Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Walikota dan Wakil Walikota cendrung menurun dengan catatan bahwa kehadiran Pemilih di Pilwako Medan lebih rendah di bandingkan dengan Pilgub. Sebaliknya kehadiran Pemilih dalam Pemilu (Presiden dan Wakil Presiden maupun Legislatif) relative lebih tinggi bila dibandingkan dengan Pemilihan Kepala Daerah Dari tampilan matriks dan infografis yang ada memberikan informasi yang cukup penting untuk melihat dan menganalisis pola grafik yang ada. Terlihat bahwa pada setiap Pemilu yang bersifat nasional, trend kehadiran pemilih di TPS relatif cukup tinggi. Hal ini sebagaimana terlihat pada Pemilu Legislatif (Pileg)  tahun 2004 yang menunjukkan angka partisipasi mencapai 78.21 %  capaian angka partisipasi tertinggi yang diraih selama kurun waktu 15 tahun. Namun pada Pileg Tahun 2009 angka partisipasi menurun drastis hingga  47.44 %, selisih mencapai 30.77 %.  Pada Pileg tahun 2014 kehadiran pemilih naik sedikit mencapai angka 51.83 %. Selanjutnya pada Pileg tahun 2019 angka partisipasi pemilih meningkat tajam mencapai angka partisipasi 73,67 %, Ada selisih angka lebih rendah sebesar  4.54 % antara Pileg tahun 2004 dengan Pileg tahun 2019. Sementara, angka partisipasi untuk DPRD Propinsi tercatat sebesar 73,27 %;  untuk DPR RI sebesar 73,81 % serta DPD RI 73,95 % pada Pileg Tahun 2019. Pada Pemilu Presiden tahun 2004 kehadiran pemilih di TPS menunjukkan angka partisipasi yang cukup variatif antara Putaran I maupun Putaran II, yakni 66.56 % dan 62.59 %. Pemilu Presiden tahun 2009, partisipasi pemilih mencapai 52.35 %, ada selisih 10,24 % lebih rendah dari Pemilu tahun 2004. Selanjutnya pada Pemilu Presiden tahun 2014, partisipasi pemilih mencapai 55,59 %, terdapat kenaikan 3,24 % dari Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu Presiden tahun 2019 kehadiran pemilih di TPS sebanyak 74.20 %, selisih kenaikan  11,61 % dengan  Pemilu Presiden tahun 2004 putaran II. Tampilan angka partisipasi pemilih pada setiap Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden relatif tinggi. Jika pada tahun 2004 angka partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif yakni 78.21 % sedangkan  pada tahun 2019 angka partisipasi pemililih yang tinggi terlihat pada Pemilu Presiden yakni mencaoai 74.20 %.  Artinya selama 16 tahun terakhir (2004 – 2020)  ada pola yang menggambarkan trend  kenaikan angka partisipasi pemilih atau kehadiran pemilih ke TPS pada setiap Pemilu atau Pemilihan di Kota Medan. Kesimpulan bahwa pada saat berlangsungnya Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif, pemilih di Kota Medan cendrung menunjukkan angka partisipasi yang tinggi walau belum atau tidak sampai mencapai target secara nasional. Sepertinya pola ini akan kembali berulang pada momentum Pemilu yang sama, yakni Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada masa masa yang akan datang. Sebaliknya pada Pemilihan Kepala Daerah, baik Pilgub maupun Pilwako, trend angka partisipasi dan kehadiran pemilih di Kota Medan cendrung mengalami penurunan secara tajam. Dari infografis yang ada terlihat bahwa trend angka partisipasi pemilih tidak pernah mencapai angka 60 % . Artinya bahwa masyarakat tidak begitu tertarik atau peduli dengan Pemilihan kepala daerah, baik itu Gubernur maupun Walikota. Dari beberapa kali pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Walikota dan Wakil Walikota  angka kehadiran pemilih ke TPS cendrung menurun tajam. Pilwako tahun 2005, angka partisipasi menembus angka 54.70 %. Ini capaian angka partisipasi yang cukup tinggi selama berlangsungnya Pilwako di Kota Medan pada 15 tahun terakhir. Pada Pilwako 2010 yang berlangsung dua putaran, angka partisipasi pemilih mulai menurun. Pilwako tahun 2010 berlangsyng 2 putaran. Pada putaran I angka partisipasi pemilih sebesar 35.68 % dan pada putaran II sebesar 38.28 %. Pilwako tahun 2015 angka partisipasi pemilih di Kota Medan  menunjukkan penurunan yang semakin tajam, yakni 25.38 %, terendah dalam sejarah Pemilihan di Indonesia sehingga  Kota Medan mendapat sorotan secara nasional terkait rendahnya partisipasi pemilih. Dinamika trend angka partisipasi di Kota Medan sejak tahun 2004 hingga 2020 boleh dikatakan sangat fluktuatif. Ini dapat dilihat dari tampilan grafik dan matriks yang ada. Oleh karenanya penting untuk memahami dan membaca pola grafik yang ada dan menganalisisnya, baik secara matematis maupun sosio kultural dan politis Dari tampilan info grafik Pemilihan Kepala Daerah di Kota Medan (baik Pilgub maupun Pilkwako) menampilkan pola yang tidak biasanya, khususnya pada tampilan grafik Pilwako tahun 2015, di mana derajat angka partisipasi pemilih mengalami keanjlokan secara signifikan.  Pola ini sesuatu yang tidak biasa atau menyimpang, dan tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Membaca infografik dan matrik yang ada., tampilan angka partisipasi yang rendah pada Pilwako baik tahun 2010 maupun tahun 2015 sebenarnya sudah bisa diprediksi, salah satu penyebabnya adalah  masih tampilnya petahana dalam  proses kontestasi.  Masyarakat pemilih tentunya masih dibayangi oleh peristiwa pemilihan yang sebelumnya dengan calon yang juga sama ditambah dengan hasil yang dirasakan selama petahana menjabat. Inilah yang pada akhirnnya mempengaruhi  keputusan pemilih untuk memilih dan tidak memilih pada Pilkwako 2015. Angka partisipasi Pilwako tahun 2005 s/d 2020 menunjukkan dinamika yang cukup fluktuatif, naik dan turun dengan selisih atau gab angka yang cukup variatif. Pada tahun  2005, angka partisipasi sebesar 54.70 %, tahun 2010 38.28 %, tahun 2015 25.38 % dan tahun 2020 45.80 %. Jika dideretkan semua tampilan angka ini maka angka partisipasi tertinggi Pilwako berada pada tahun 2005, yakni 54,70 % sedang terendah pada tahun 2015 sebesar 25.38 %. Selisih angka antara 2 Pilkada ini ada sebesar 29,32 %. Sedangkan selisih angka partisipasi masing masing Pilwako, antara Pilwako 2005 dengan Pilwako 2010 ada selisih penurunan angka partisispasi sebesar 16.42 %. Selanjutnya selisih antara Pilwako 2010 dengan Pilwako 2015 ada  selisih penurunan sebesar 12.90 %. Dari Pilwako 2015 ke Pilwako 2020 terdapat selisih angka kenaikan sebesar 20.42 %. Selisih angka ini masuk dalam kategori kelima tertinggi di Indonesia berdasarkan release dari KPU RI. Pada momentum Pilgub  yang tercatat  dimulai pada tahun 2008, 2013 dan 2018 terlihat bahwa pada pemilihan  Gubernur tahun 2008  angka partisipasi pemilih di Kota Medan sebesar 47.10 %.  Sementara pada Pilgub tahun 2013 angka partisipasi pemilih berada di angka 36.58 %, lebih rendah 10,52 % dari Pilgub sebelumnya. Selanjutnya, Pilgub tahun 2018, angka partisiipasi pemililh  mengalami peningkatan, yakni mencapai 55.80 %, artinya ada kenaikan sebesar 19.22 % dari Pemilu tahun 2013; dan kenaikan sebesar 8,7 % dari Pilgub tahun 2008. Dinamika angka partisipasi menunjukan trend turun dan naik. Selisisih angka kenaikan lebih tinggi daripada selisih angka yang turun, yakni antara  19.22 % naik  dan  10.52 % turun Pada Pilwako tahun 2015 daftar pemilih tetap (DPT) di Kota Medan tercatat sebanyak 1.998.835 juta yang ini berimplikasi pada besarnya  bilangan pembagi pemilih. Jumlah daftar pemilih tetap Kota Medan ini diperoleh setelah melalui berbagai tahapan proses dan alur pendataan yang cukup panjang. Tahapan proses pendataan ini boleh dibilang berlangsung cukup lama hingga menjelamg ditetapkannya jumlah DPT   secara nasional.  Beberapa masalah yang muncul terkait masalah DPT ini salah satunya adalah masih ditemukannya kegandaan data pemilih serta nama pemilih yang sudah meninggal muncul kembali dalam Sidalih (Sistem Data Pemilih).   Gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kota Medan ternyata tidak menjamin bahwa masyarakat akan datang ke TPS. Hal ini terbukti pada Pilwako tahun 2015 hanya 25.38 % pemilih yang memberikan hak pilihnya diTPS atau sebanyak 507.351 pemilih  dari total jumlah pemilih sebanyak 1.998.835. Kegiatan sosisalisasi tampaknya hanya ditujukan dan menjadi tanggungjawab KPU Kota Medan, sementara masyarakat maupun stakehoder terkait tidak merasa memiliki taggungjawab untuk melakukan sosialisasi. Padahal seharusnya stakeholder memliki peran strategis untuk melakukan kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan partisiasi warga. Sementara  di sisi lain,partai politik tampaknya kurang melakukan proses pendidikan politik kepada kadernya. Dengan adanya kepedulian dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi tentunya akan mampu mendorong proses percepatan dan peningkatan angka partisipasi. Pemilihan serentak kepala daerah tahun 2020 yang berlangsung ditengah bencana nonalam Pandemi Covid 19 memberikan pemahaman dan pembelajaran akan banyak hal. Diantaranya adalah  penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan pelaksanaan  secara ketat; adaptasi kenormalan baru (new normal) serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari sehingga menjadi prilaku baru (new habit).  Pilwako Medan tahun 2020 yang berlanggsung ditengah masih merebaknya bencana nonalam Pandemi Covid 19, sukses digelar dengan capaian angka partiisipasi pemilih sebesar 45.80 %. Sebuah capaian angka partisipasi yang diluar dugaan sama sekali. Ada selisih kenaikan sebesar 20.42 % dari Pilwako tahun 2015. Selisih kenaikan  ini termasuk 5 besar  di Indonesia berdasarkan catatan KPU RI. Meski tidak mencapai target nasional sebesar 77.5 %, namun angka partisipasi pemilih di Pilwako Medan tahun 2020 merupakan sebuah sukses luar biasa ditengah penyelenggaraan Pilkada yang berlangsung ditengah Pandemi Covid 19 masih merebak. Ada hal yang menarik, dari  tampilan angka partisipasi pemilih yang ada, bahwa angka partisipasi tertinggi diraih oleh Kecamatan Medan Tuntungan dengan perolehan angka partisipasi sebesar 53.57 %   tertinggi diseluruh kecamatan yang ada dan melampaui capaian angka rata rata. Padahal, selama berlangsungnya Pandemi Covid 19, kawasan Kecamatan Medan Tuntungan termasuk salah  satu kawasan zona merah Pandemi Covid 19, karena di sini terdapat RS H. Adam Malik yang merupakan  tempat perawatan bagi pasien penderita Covid 19. Ironisnya di kecamatan ini antusiasme masyarakat untuk hadir ke TPS cukup tinggi. Pandemi Covid 19 ternyata tidak menghalangi pemilih untuk datang ke TPS.  Pada Pilwako 2020  kegiatan sosialisasi KPU Kota Medan  bekerjasama dengan banyak pemangku kepentingan (kolaborasi multi stake holder) untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sosialisasi dapat berlangsung secara massif (massal dan intensif). Pelibatan  LSM dan  Ormas menyasar pada komunitas kelompok dampingan di berbagai sektor seperti petani perkotaan, nelayan, buruh, perempuan pekerja  rumahan, pedagang dan komunitas daerah pinggiran/perbatasan serta kelompok disabilitas. . Untuk  kalangan   Perguruan  Tinggi melibatkan berbagai universitas, baik tingkat fakultas hingga organisasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di Kota Medan. Pelibatan tokoh agama dan tokoh budaya serta etnik melalui organisasi forum kebangsaan serta paguyuban etnik yang ada.  Pemerintah cq. Kesbangpol .juga turut  berperan melakukan kegiatan sosialisasi dan melibatkan KPU serta Bawaslu  dalam setiap kegiatan yang dilakukan. Ada kurang lebih 100 lembaga yang dilibatkan bekerjsama untuk melaksanakan  kegiatan sosialisasi. Mengingat situasi Pandemi Covid 19  masih berlangsung maka kegiatan sosislisasi dilakukan dengan cara melalaui media dalam jariangna (daring) serta kegiatan tatap muka (luring) yang dibatasi jumlah peserta sosialisasi yang hadir. Kegiatan sosialisasi tatap muka utamanya diakukan jika peserta adalah kalangan orang tua, edangkan untuk kalangan milenial para pemilih muda biasanya menggunakan media dalam jaringan. Selain melibatkan LSM, Ormas dan Perguruan Tingggi, serta Tokoh Agama dan Budaya/Etnik kegiatan sosiaisasi juga dilakukan melalaui media baik media sosial, media online , cetak dan media elektronik, TV maupun Radio serta memaksimalkan peran Media Center yang ada di KPU Medan . Sosialisasi juga dilakukan dengan membagikan brosur, leaflet, souvenir,  pemasanagan spandauk, baliho serta kegiatan blusukan yang dilakukan oleh Relawan Demokrasi ke pusat pusat keramaian, sepert pasar/pajak, café/warung kopi  serta menyasar ke komunitas  seperti  : disabilitas, perempuan, pemilih pemula, tokoh agama,  dan komunitas pinggiran. Kolaborasi multi stakeholder dengan memadukan metode daring dan luring  serta pemanfaatan berbagai media yang ada, merupakan strategi yang diterapkaan oleh KPU Kota Medan pada Pilwako 2020 untuk mendongkrak partisipasi pemilih. Strategi ini tentunya masih bersifat kurang lebih dan perlu ada terobosan yang lebih progresif untuk mendongkrak derajat partisipasi pemilih pada momentum pemilu dan pemilihan yang akan datang tentunya dengan tetap berpijak pada realitas dan kondisi masyarakat Kota Medan yang dinamis dan pluralis. V. Kesimpulan Dinamika angka partisipasi Kota Medan pada 16 tahun terakhir menunjukkan pergerakan yang cukup menarik untuk dicermati. Paling tidak dari matrik dan infografik sebagaimana yang diekspos  terlihat ada pola yang cendrung berulang  hingga tampilan grafik yang melandai di bagian tengah sebagai pertanda rendahnya grafik angka partisipasi. Sementara di bagian sisi kanan dan sisi kiri  grafik, tampilan grafik cendrung meninggi dan hampir merata. Sehingga secara umum terlihat, pergerakan grafik menampilkan pola dari tinggi ke rendah dan berhenti di titik tengah.  Pemilu tahun 2013, sebagai pusat median, dan berada ditengah kemudian secara perlahan tapi pasti, grafik mulai menunjukkan kenaikan secara baik, meski kemudian menurun secara ekstrem di 2015 pada Pemilihan Walikota. Namun pada  3 tahun kemudian, tepatnya  pada Pilgub 2018, grafik menaik tajam . Trend ini terus menaik dan cendrung sejajar di tahun 2019.  Pada Pilwako Medan tahun 2015 dan 2020, jika membandingakan antara keduanya dari tampilan angka partipasi yang ada khususnya dari masing masing kecamatan , terlihat rata rata mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Secara umum, ada selisih kenaikan angka partisipasi sebesar 20.42 % antara pilwako tahun 2015 dengan Pilwako 2020. Perolehan  angka partisipasi Kota Medan pada Pilwako 2015 adalah 25.38 %, dengan jumlah DPT 1.998.835, sedangkan angka partisipas pada Pilwako tahun 20202 adalah sebesar 45.80 % dengan jumkah DPT 1.601.001. Kecamatan Medan Amplas adalah kecamatan terendah angka partisipasinya pada Pilwako tahun 2015 hanya mencapai 19.90 %, sedangkan pada Pilwako tahun 2020 Kecamatan Medan Maimoon, adalah terendah partisipasi mencapai 38.58 %. Angka partisipasi tertinggi pada Pilwako 2015 ada di Kecamatan Medan Timur sebesar 33.51 % sedangkan pada Pilwako 2020 partisipasi tertinggi ada di  Kecamatan Medan Tuntungan dengan angka sebesar 53.57 %. Ironisnya, perolehan angka partisipasi tertinggi pada Pilwako tahun 2020 justru berada di kawasaan zona rawan Pandemi Covid 19, yakni Kecamatan Medan Tuntungan. Daerah ini masuk dalam kawasan rawan Pandemi, karena di Kecamatan ini terdapat Rumah Sakit Adam Malik, yang merupakan rumah sakit tempat pasien Covid 19 dirawat intensif. Artinya , bencana nonalam Pandemii Covid 19 sepertinya tidak mempengaruhi tingkat kehadiran pemiih ke TPS. Terbukti, warga di Medan tuntungan menunjukkan antusiasme datang ke TPS. Dari tampilan pola grafik yang ada,dinamika angka partsipasi di Kota Medan boleh dikatakan termasuk pola yang cukup progresif fluktuatif. Pola ini  tampaknya akan cendrung berulang pada fase pemilu dan pemilihan  pada level yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perlu ada upaya atau treatmen khusus untuk memacu angka partisipasi di Kota Medan agar semakin membaik. Paling tidak untuk mengurangi daerah cekungan yang menggambarkan grafik partisipasi yang cendrung rendah. Mengacu dari tampilan grafik yang berada di titik tengah atau median sebagai tumpuan maka trend infografik  menggambarkan sebuah pola yang masih bisa berubah atau dinamis menuju  ke arah yang lebih baik pada pemilu dan pemilihan  yang akan datang. Akankah momentum Pemilu dan Pemilihan tahun 2024 yang jadwalnya telah ditetapkan akan mengalami nasib yang sama seperti Pilkada tahun 2020, yakni akan tertunda di awal tahapan. Saat ini ancaman bencana non alam Covid 19 belum bisa diprediksi kapan akan selesai, sehingga pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu dan Pemilihan tampaknya masih akan berlagsung di tengah bemcaa nonalam Covid 19. Dari proses pembelajaran pelaksanaan Pilkada Kota Medan tahun 2020 menunjukkan bahwa Pandemi Covid 19 adalah bencana nonalam yang ternyata tidak menjadi faktor penghambat partisipasi pada proses Pemilihan Walikota dan Waklil Walikota Medan tahun 2020. Bahkan sebaliknya partisipai pemiih pada Pilkada Kota Medan tahun 2020 mengalami peningkatan yang cukup sifgnifikan bila dibandingkan dengan Pilkada yang smaa pada tahun 2015. Adaptasi kenormalan baru (new normal) menjadi pilihan strategi yang tidak bisa tidak harus diterapkan sebagai upaya menjaga  kesehatan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, yakni memakai masker dan hand sanitizer, menjaga jarak serta memastikan diri sudah melakukan vaksinasi Covi 19 sebagai bentuk ikhtiar untuk menjaga kesehatan dan keselematan dari bencana non alam Covid 19. Hal ini tentunya menjadi concern kita semua ketika momentum Pemilu dan Pemilihan  2024 menjadi sebuah keniscayaan untuk dilaksanakan.     Daftar Pustaka Almond, Gabriel A. and Sidney Verba. 1989. The Civic Culture: Political Attitudes  and Democracy in Five Nations: An Analytic Study. Boston, Toronto: Little,Brown,Bruner, Edward.2006. “Kerabat dan Bukan Kerabat dalam T.O Ihromi (ed) Poko-Pokok Antropologi Budaya, Gramedia, Jakarta  Freeman, R. E. (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach. Boston, Pitman Malinowski, Bronislaw. 1944. A Scientific Theory of Culture. Chapel Hill:  University of    North Carolina Press. Matsumoto, David. 2007. Culture, Context, and Behavior. Journal of Personality  75: 6, Blackwell Publishing, Inc. (p. 1286-1320). Pelly, Usman. 1994, Urbanisasi dan Adaptasi , LP3ES, Svitaylo, Nina and Andriana Kostenko, Ana Podgornik. 2014. Electoral Political Culture in Ukraine; A Case Study of Ukrainian Parliamentary Elections of 2012. Teorija in Praksa Let   51, 5/2014. (p.928-943) Laporan Survey , Lembaga Survey Indonesia (LSI) tahun 2017, KPU Medan 2021 Laporan Survey,  Balitbang Pemko Medan,  tahun 2017, KPU Medan 2021 Laporan Survey  FISIP USU tahun 20201 , Faktor yang mempengruhi partisipasi politik  masyarakat  pada Pilkada Kota Medan tahun 2020, KPU Medan 2021 Laporan Survey , Suluh Muda Inspirasi (SMI)  tentang  Data Pemilih KPU Kota Medan  tahun 2020,  KPU Medan, 2021 Laporan Pelaksanaan :Pemilihan Walikota  dan Wakil Walikota Medan tahun 2020, KPU Medan 2021 Kota Medan Dalam Angka,  BPS Kota Medan, Tahun 2021 PKPU No. 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).    

DINAMIKA VALIDASI DATA PEMILIH DAN PARTISIPASI PEMILIH DI KOTA MEDAN

Penulis : Agussyah Ramadani Damanik Komisioner KPU KOTA MEDAN Alur kegiatan pemutakhiran data pemilih yang dilakukan oleh KPU secara berjenjang dumulai dari tahapan (1). penyerahan DP4 oleh Kemendagri kepada KPU, (2). Penerimaan DP4 (3). Analisis dan Sinkronisasi DP4 dengan DPT Pemilu terakhir, (4). Pengumuman DP4 dan Hasil Analisis DP4 serta penyampaiannya oleh KPU kepada KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota, (5). Pemetaan TPS oleh PPK/PPS serta penyerahan hasilnya kepada PPDP, (6). Pencocokan dan Penelitan (Coklit) oleh PPDP, (7). Penyusunan dan Penetapan DPS, (8). Pengumunan DPS dan tanggapan masyarakat untuk perbaikan DPS/DPSHP, sampai pada (9) Penyusunan dan Penetapan DPT adalah sistim pemutakhiran data pemilih yang cukup panjang dan penggunaan aplikasi IT Sistim Informasi Data Pemilih (SIDALIH) yang diluncurkan/digunakan KPU sejak penyelenggaraan Pilkada serentak tahun 2015 s.d. sekarang ini sebenarnya cukup memberikan akses publik untuk melakukan koreksi terhadap proses pemutakhiran data yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu. Namun sayangnya data pemilih ini sering sekali dipersoalkan oleh banyak pihak ketika tahapan pemutakhiran data sudah berakhir dan tahapan sudah memasuki/pasca hari pemungutan suara. Dalam ranah sengketa hasil pemilu, issue persoalan DPT ini sering dikaitkan dengan tidak dapat dipenuhinya hak pilih dan menjadi salah satu dalil pokok perkara oleh Penggugat/Pemohon di Mahkamah Konstitusi. Persoalan data pemilih ini memang merupakan persoalan klasik dan kompleks yang sebenarnya terjadi di seluruh daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pilkada yang masing sangat sulit dituntaskan. Dalam penyelenggaraan tahapan persiapan pemilu, tahapan pemutakhiran data pemilih merupakan tahapan yang krusial karena dampaknya tidak hanya berimplikasi pada hak konstitusional warga negara tetapi sebagai dasar menentukan jumlah TPS dan ketersediaan surat suara dan penyusunan RAB (Rancangan Anggaran Biaya). Dari sisi partisipasi pemilih, menentukan tingkat partisipasi pemilih adalah ditentukan dari validasi data pemilih, karena rumus menghitung/menentukan persentase pemilih didasarkan pada jumlah DPT sebagai bilangan pembaginya. Semakin DPT tidak valid maka partisipasi akan cendurung semakin rendah, dan sebaliknya semakin valid DPT maka partisipasi akan mendekati keadaan yang sebenarnya. Tentunya hal ini masih dilihat dari satu faktor penyebab. Dilihat dari sisi trend partisipasi pemilih dalam penyelenggaraan pemilu di Kota Medan, dari waktu kewaktu menunjukkan penuruan angka partisipasi. Sangat rendahnya tingkat partisipasi pemilih terjadi pada penyelenggaraan Pilkada Medan tahun 2015 yang hanya mencapai 25,38 %. Pasca Pilkada tahun 2015, KPU Medan melakukan berbagai upaya evaluasi baik dalam bentuk kegiatan diskusi dan kajian, penelitian, untuk  mengetahui faktor-faktor penyebab yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi pemilih di Kota Medan. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut dapat diketahui bahwa penyebab rendahnya partisipasi pemilih ternyata dipengaruhi banyak faktor/variabel, baik secara internal maupun eksternal. Dari faktor internal teknis penyelenggaraan pemilu, antara lain : DPT belum mutakhir, yang berimplikasi pada pemetaan TPS, Distribusi C6, Kinerja PPDP dll ; sedangkan faktor Ekstenal meliputi antara lain figure pasangan calon yang belum menarik perhatian masyarakat, peran Parpol peserta pemilu/tim kampanye yang belum maksimal memberikan edukasi politik kepada masyarakat, kejenuhan masyakarat terhadap pemilu, ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil pemilu, dll masih dalam pringkat lebih dominan mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu. Faktor eksternal ini tentu diluar domain langsung penyelenggara pemilu, sehingga dibutuhkan kerjasama seluruh stakeholder khususnya peran strategis peserta pemilu untuk meyakinkan masyarakat. Bahasan tulisan ini, dipokuskan pada aspek faktor penyebab internal Validasi Data Pemilih Sistim pemutakhiran data pemilih yang sumber datanya barasal dari Disdukcapil tetap menjadi kendala khusus karena sistim data kependudukan kita juga masih belum valid. Sistim pencatatan kependudukan yang pasif mengakibatkan masih terdapatnya data kependudukan yang faktanya sudah meninggal dunia, pindah domisili dll masih tercatat dalam DP4 sepanjang masyarakat/keluarga yang bersangkutan tidak melaporkan status administrasi kependudukan dirinya atau keluarganya kepada pemerintah setempat atau Disdukcapil. Tingginya heterogenisasi masyarakat, populasi, mobilisasi dan mutasi kependudukan di Kota Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera utara namun tidak sejalan dengan ketertiban masyarakat mengurus administrasi kependudukannya mejadikan data kependudukan dan data pemilih dalam pemilu semakin kompleks. Keadaan ini mengharuskan KPU Medan dan jajarannya melakukan kerja ekstra keras dengan mengandalkan kegiatan Coklit (Pencocokan dan Penelitian) Data Pemilih yang dilakukan oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP). Coklit data pemilih secara umum meliputi 3 hal : mencatat pemilih yang Memenuhi Syarat (MS), Memperbaiki data pemilih, dan Mencoret data pemilih yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Pada tahun 2015, ketidakberanian PPDP mencoret data pemilih yang TMS, dan pengerjaan coklit oleh PPDP diakhir waktu, masih menjadi kendala KPU Kota Medan dalam mengakurasi data pemilih. Dalam peraturan KPU, dari 11 langkah coklit terdapat 8 langkah pencoretan data pemilih yang  dikwalifikasikan TMS sebagai berikut : (1). Mencoret pemilih yang telah meninggal; (2). Mencoret pemilih yang telah pindah domisili ke daerah lain ; (3). Mencoret pemilih yang telah berubah status dari status sipil menjadi status anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia ; (4). Mencoret pemilih yang belum genap berumur 17 tahun atau sudah kawin/menikah pada hari pemungutan suara ; (5). Mencoret pemilih yang telah dipastikan tidak ada keberadaannya ; (6). Mencoret pemilih yang terganggu jiwa/ingatannya berdasarkan surat keterangan dokter; (7). Mencoret pemilih yang sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ; dan (8). Mencoret pemilih, yang berdasarkan identitas kependudukan bukan merupakan penduduk pada daerah yang menyelenggarakan pemilihan. Berdasarkan hasil evaluasi, kesulitan penyusunan data pemilih pada penyelenggaraan Pilkada Medan tahun 2015, meliputi beberapa aspek antara lain : Pada saat tahapan pemetaan TPS, PPDP belum terbentuk, sehingga penyusunannya dikerjakan oleh PPK dibantu PPS yang kurang memahami dan mengenal warga masyarakat berbasis lingkungan ; PPDP tidak memaksimalkan kinerja sesuai dengan tahapan coklit. Coklit dilakukan pada akhri jadwal sehingga perbaikan data coklit tidak dapat dilakukan ; Sebagian besar PPDP enggan melakukan pencoretan data pemilih yang TMS, disebabkan adanya pemahaman keliru seolah-oleh pencoretan data pemilih yang TMS termasuk tindak pidana menghapus hak pilih, sehingga akibatnya data pemilh yang TMS masih tetap  tercantum dalam DPT. PPDP juga keliru dalam memahami perbedaan perlakuan antara data pemilih dengan data kependudukan ; Kesulitan melakukan pengendalian PPDP yang berjumlah 6.048 petugas PPDP, khusus petugas PPDP yang merangkap kepala lingkungan; Masyarakat tidak aktif melihat pengumuman DPS yang dilakukan KPU dan tidak memberikan tanggapan dan cenderung melakukan protes setelah DPT ditetapkan KPU. Pada penyelenggaraan Pilgubsu tahun 2018, KPU melakukan berbagai upaya pembenahan manajemen kerja terkait dengan pemutakhiran data pemilih dan bekerjasama intensif dengan Panwaslih Kota Medan, Pemerintah Kota Medan dan stakeholder lainnya serta mendorong peserta pemilu untuk terlibat langsung memperbaiki data pemilih.  KPU secara setentak juga melakukan dan meluncurkan “Gerakan Coklit Nasional” pada tanggal 20 Januari 2018 serta menyusun alat kendali bagi PPK/PPS/PPDP dan melakukan bimtek langsung kepada PPDP untuk memastikan coklit dilakukan sesuai jadwal kerja dan aturan. Meskipun validasi data belum dapaet dikatakan berhasil 100 %, tetapi jika tidak berlebihan berdasarkan fakta, KPU Medan telah menunjukkan perbaikan kinerja dengan mampu melakukan pembersihan data pemilih invalid hingga mencapai angka +- 441.170 yang sebelumnya masih tercantum dalam DPT 2015.  Menurut ahli data, apabila jumlah penduduk tidak bertambah secara signifikan, maka dalam mengukur validasi data pemilih pada pemilu berikutnya, kerangka idealnya jumlah DPT seharusnya lebih rendah dari DP4, jumlah +- DPT = +-70% dari DP4 Tabel perbandingan data penurunan DPT Pilkada 2015 – 2018 Pilkwako tahun 2015 DAK2 DP4 DPT 2.467.163 1.867.116 1.961.471 Pilgubsu tahun 2018 DAK2 2017 DP4 Sem II 2017 DPT 2.478.145 1.844.717 1.520.301 Sumber data: Divisi Perencanaan dan Data KPU Medan Peningkatan Partisipasi Pemilih pada Pilgubsu 2018 Pemutakhiran data pemilih yang di Kota Medan berbanding lurus dengan peningkatan partisipasi pemilih pada penyelenggaran Pilgubsu 2018 di Kota Medan yakni sebesar 55, 80 % naik 2x lipat dari partisipasi pemilih pada penyelenggaraan Pilkada Medan tahun 2015 yang sebelumnya hanya sebesar 25,38%. Dari sisi pemilih DPtb (Pengguna KTP Elektronik/Suket = 116.703) dan pemilih Dpph (pemilih pindahan = 3.050) justru drastis meningkat bahkan di sebagian besar TPS jumlah pemilih Dptb membludak sehinga petugas KPPS sampai kesulitan untuk memfasilitasi hak pilih mereka dan terjadi kekurangan surat suara di beberapaTPS sehingga harus menggunakan surat suara di TPS terdekatnya atau pemilih dipindahkan ke TPS terdekatnya. Fenomena menarik ini belum pernah terjadi sepanjang penyelenggaraan pemilu di Kota Medan. Dari sisi pendistribusian C6 yang kembali secara signifikan mengalami penurunan, pada penyelenggaraan Pilkada Medan C6 yang kembali mencapai angka dibawah +- 30 % sementara pada penyelenggaraan Pilgubsu 2018 di Kota Medan C6 yang kembali dibawah angka +- 19% . Berdasarkan laporan PPK/PPS faktor penyebab jumlah C6 yang tidak terdistribusi antara lain karena: a. pemilih meninggal dunia (12.088) b. pemilih sudah pindah domisi (89.000), c. pemilih tidak dikenal (48.671), d. pemilih tidak ditemui (122.359), e. lain-lain  (17.759). Masih tingginya pengguna DPTb dan masih terdapatnya C6 yang tidak sampai kepada pemiliih memerlukan perhatian khusus bagi kita bersama untuk melakukan pencermatan kembali dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih untuk kepentingan pemilu tahun 2019. Masukan dan tanggapan masyarakat menjadi sangat penting untuk membantu penyelenggara pemilu dalam memecahkan kerumitan pemasalahan data pemilih kita. Validasi Data Pemilih Pemilu tahun 2019 Berdasarkan ketentuan Peraturan KPU No. 11 tahun 2018 tentang Penyusunan Daftar Pemiih di Dalam Negeri Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, DPT Pemilu terakhir menjadi basis DPS Pemilu tahun 2019, dan berdasarkan Peraturan KPU No. 7 tahun 2017 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum tahun 2019, bahwa penetapan dan rekapitulasi DPT di tingkat Kabupaten/Kota adalah tanggal 15 Agustus s.d. tanggal 21 Agustus 2018 dan Pengumuman DPT pada tanggal 28 Agustus 2018 s.d. tanggal 17 April 2019 . Persoalan validasi data pemilih pada penyelenggaraan Pilkada tahun 2015, Pilkada tahun 2018 menjadi pembelajaran penting dalam rangka meningkatkan kualitas data dan partisipasi pemilih pada penyelenggaraan Pemilu tahun 2019. Disamping peran wajib KPU Kota Medan dalam kegiatan pemutakhiran data pemilih pada Pemilu tahun 2019, keaktifan masyarakat / pemilih pengguna KTP.e/Suket pada Pilgubsu tahun 2018 untuk lebih peduli atau secara sukarela mendaftarkan dirinya agar masuk dalam DPSHP (Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan) dan untuk selanjutnya ditetapkan dalam DPT Pemilu tahun 2019. Partai Politik peserta pemilu/Calon DPRD, DPD, DPRI sebagai user yang berkepentingan langsung dengan data pemilih diharapkan dapat mendorong masyarakat minimal konstituennya untuk terdaftar dalam DPT Pemilu tahun 2019 sesuai dengan persyaratan teknis administrasi pemilu yang ditetapkan oleh aturan KPU. Penutup Partisipasi pemilih dalam pemilu dipengaruhi oleh penyebab yang multi variabel diantaranya adalah akurasi DPT, sehingga untuk menyelesaikannya dibutuhkan perhatian dan komiten bersama seluruh pihak untuk melihat bahwa agenda pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat yang harus dijaga kualitasnya secara bersama-sama. Penggunaan hak konstitusional warga tidak terlepas dari pentingnya pemenuhan teknis administrasi pemilihan sebagai pemenuhan syarat penggunaan hak pilih, sehingga diharapkan Pemilu tahun 2019 tidak hanya sekedar meningkatnya partisipasi pemilih tetapi masyarakat teredukasi dan cerdas mengambil peran dalam seluruh tahapan proses pemilu. July 10, 2018 05:59

Urgensi dan Signifikansi BAKOHUMAS

Edy Suhartono Komisioner KPU Kota Medan (Divisi Parmas dan SDM) Pengantar Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat atau disingkat  Bakohumas secara resmi sudah hadir di Lembaga Publik Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia berdasarkan SK KPU No.172/HM.02-Kpt/05/III/2021 tentang Badan Koordinasi Kehumasan KPU serta SE No. 244/HM.02-SD/06/KPU/IIII/2021 tentang Pembentukan Bakohumas. Secara regulatif, surat keputusan KPU ini juga merujuk  pada peraturan yang dikeluarkan  Pemerintah cq Permenkominfo No. 35 Tahun 2014 tentang Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat (Bakohumas). Peraturan  lain yang dianggap cukup relevan dengan eksistensi Bakohumas adalah UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 14 huruf c. Selain itu ada juga UU No. 1 Tahun 2015 j,o UU No. 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Umum Pasal 10 huruf b. Terakhir adalah UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Mengacu dari Permenkominfo No. 35 tahun 2014 dinyatakan bahwa Bakohumas adalah Lembaga non Struktutral yang merupakan forum kordinasi dan kerjasama antar unit kerja bidang Humas Kementrian, Kesekretariatan Lembaga Negara, Lembaga Pemerintah setingkat Kementriaan Lembaga non Kementrian, Lembaga Penyiaran Publik, Lembaga Negara non Struktural, Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota Perguruan Tinggi Negeri, BUMN/BUMD. Bakohumas KPU mulai hadir pasca Pilkada Serentak tahun 2020. Walau sebenarnya  kehumasan KPU  selama ini sudah ada dan berada di bagian Teknis Humas. Dengan adanya Bakohumas , maka dengan sendirinya Bagian Teknis Humas berubah namanya dan otomatis menjadi bagian dari Bakohumas. Ada yang menarik untuk dilihat terkait keberadaan Bakohumas KPU yang secara resmi  hadir pasca Pilkada Serentak Tahun 2020. Tulisan ini mencoba mengulas seputar keberadaan Bakohumas di KPU, baik di tingkat Nasional, Provinsi hingga Kabupaten/Kota.   Pentingnya Tugas Kehumasan Salah satu bagian penting dalam suatu Organisasi atau Lembaga, adalah bagian yang bertanggungjawab menyampaikan informasi tentang eksistensi lembaga  kepada pihak luar atau masyarakat. Dalam kaitan tentu setiap Organisasi atau Lembaga memandang perlu adanya bidang yang secara khusus bertanggungjawab untuk menyampaikan ke publik tentang keberadaan Lembaga. Oleh karena itu peran bagian kehumasan di dalam satu Lembaga atau Organisasi menjadi penting. Selain bertanggungjawab menjelaskan eksistensi  lembaga baik visi dan misi sekaligus tugas pokok dan fungsi keberadaannya. Sebagai sebuah lembaga publik, keberadaan KPU telah diatur dan diakui dalam UUD,  bersifat Nasional, Tetap dan Mandiri. Oleh karenanya sebagai penyelenggara Pemilu dan Pemilihan, KPU menjalankan fungsi melayani termasuk menyediakan dan memberikan informasi kepada tidak hanya kepada para pemilih dan peserta Pemilihan dan Pemilu, tapi juga publik dalam arti luas. Oleh karenanya prinsip dan motto “KPU Melayani” dengan meletakkan tangan di dada sebelah kiri bukanlah hanya sekedar simbol semata, tapi juga harus dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.   Dari Teknis Humas  ke Bakohumas Kilas balik keberadan Kehumasan di KPU, dapat ditelusuri dari serangkaian peraturan atau regulasi yang menerangkan keberadaaan dan peran Kehumasan di KPU. Penelusuran juga dapat dilakukan  dengan melihat tatanan atau struktur lembaga yang sudah diataur di dalam PKPU. Secara khusus bagian Kehumasaan sebenarnya secara otomatis sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu lembaga, yang tugas pokok dan fungsinya (tupoksi)  adalah memperkenalkan keberadaan lembaga kepada publik atau pihak luar. Oleh karenanya keberadaan bagian kehumasan menjadi kebutuhan dan bukan hanya sekedar  keinginan supaya diadakan.  Keberadaan kehumasan menjadi  bagian penting bagi suatu lembaga untuk memastikan proses komunikasi dan koordinasi serta sinergitas dengan lembaga lain dapat secara intens dilakukan. Peralihan dari  Teknis Humas menjadi Bakohumas tentunya  tidak hanya sekedar perubahan nama dan istilah. Hal ini dengan sendirinya juga  berimplikasi  pada peran dan fungsi serta tugas tugas kehumasan yang akan dilakukan. Jika istilah Humas cendrung bersifat ke dalam dan terbatas  pada hal-hal yang bersifat teknis, sementara  Bakohumas cendrung bersifat luas dan strategis  terkait dengan fungsi  komunikasi dan koordinasi serta sinergitas yang harus diperankan ketika berinteraksi dengan pihak lain atau lembaga luar. Perubahan nama menjadi BAKOHUMAS, tentunya membawa berbagai konsekwensi, tidak hanya menyangkut tugas pokok dan fungsinya menjadi lebih luas dan strategis,  tapi sekaligus merubah wajah kehumasan yang selama ini sifatnya melekat dan menjadi  bagian dari divisi Teknis Humas di KPU berubah  namanya menjadi Badan Koordinasi Hubungan Masyarakat yang tentunya bersifat lebih resmi dan secara politis memiliki kewenangan yang lebih strategis. Bahwa KPU dalam melaksanakan tugas sebagai penyelenggara Pemilu dan Pemilihan  tentunya tidak bisa bekerja sendiri dan memerlukan kerjasama dan dukungan dari institusi lainnya untuk mensukseskan pelaksanaan tahapan kegiatan Pemilu maupun Pemilihan.  Oleh karenanya keberadaan dan peran Bakohumas menjadi  ujung tombak dan sangat penting untuk menyiapkan dan menyediakan berbagai informasi terkait tugas pokok dan perannya  sebagai penyelenggara pesta demokrasi.   Peran Bakohumas : Harapan dan Tantangan Mengingat tugasnya yang sangat penting dan strategis,  maka Bakuhumas perlu mendapatkan penguatan baik secara ianggatan maupun sumberdaya manusia yang akan  mengelola dan melaksnakaan tugas-tugas dalam Bakohumas.  Oleh karena itu pelatihan dan pendidkan bagi  jajaran ASN Kesekretariatan KPU maupun Komisioner yang menaggungjawabi bagian kehumasan menjadi sebuah kebutuhan. Dalam situasi pandemi  seperti sekarang ini, maka tugas dan fungsi Bakohumas menjadi penting  untuk memastikan arus informasi dan komunikasi  serta koordinasi tetap bisa dijalankan dan  dilakukan secara kreatif dan intensif melalui teknologi  informasi yang ada. Di tengah masih merebaknya bencana nonalam Covid 19, kegiatan Bakohumas tentunya akan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Demikian juga Bakohumas KPU Kota Medan dengan segala keterbatasan yang ada, tetap melakukan kegiatan yang secara regular per 3 bulan membuat laporan kegiatan. Berbagai aktifitas yang dilakukan baik di dalam maupun di luar kantor menjadi bagian yang penting harus diliput dan didokumentasikan serta disampaikan. Semua proses dan progres kegiatan KPU menjadi penting untuk dikelola oleh Bakohumas dan disampaikan kepada publik. Bakohumas bisa menjadi corong dan juru bicara bagi KPU untuk merespon berbagai hal yang perlu disampaikan ke publik. Ini mungkin salah satu momen dan peluang penting Bakohumas untuk menjawab kebutuhan akan perlunya Juru Bicara yang bisa mewakili KPU secara resmi ketika berbicara di ruang  publik sebagaimana halnya lembaga publik lainnya. Oleh karenanya penting bagi Bakohumas KPU untuk tidak hanya menjalankan fungsi yang bersifat disseminative dan kordinatif terkait informasi tapi juga dapat memberikan respon dan klarifikasi ke publik bila ada hal-hal yang menyangkut masalah masalah ke KPU dengan menghunjuk Juru Bicara yang handal dan piawai.  Melalui  Bakohumas diharapkan eksistensi KPU semakin nyata dirasakan hadir di tengah tengah masyarakat meskipun tidak ada tahapan kegiatan Pemilihan ataupun Pemilu.

Populer

Belum ada data.