PILKADA DI TENGAH PANDEMI
(Pembelajaran dari Pilkada Kota Medan Tahun 2020)
Edy Suhartono
Divisi SDM, Parmas & Sosdiklih
Latar Belakang
Pesta demokrasi Pilkada Serentak tahun 2020 di 270 daerah (termasuk Kota Medan) di tengah masih mewabahnya bencana nonalam Corona Virus Disease 19 (Covid 19) selesai dilaksanakan. Pada tanggal 21 Maret 2020 , KPU RI, melalui Keputusan Komisi PemilihanUmum Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil WaliKota Tahun 2020 dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19 telah menunda pelaksanaan sebagian tahapan penyelenggaraan Pemilihan serentak Tahun 2020, yaitu:
Pelantikan dan Masa Kerja Panitia Pemungutan Suara (PPS);
Verifikasi Syarat Dukungan Calon Perseorangan;
Pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan Pelaksanaan Pencocokan dan Penelitian; dan
Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih
Berdasarkan Keputusan KPU RI dimaksud, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan Pemilihan Tahun 2020 juga telah menetapkan keputusan tentang penundaan tahapan Pemilihan Tahun 2020. Terhitung sejak 15 Juni tahun 2020, KPU melanjutkan kembali tahapan yang tertunda setelah ada kesepakatan antara Pemerintah cq. Kemendagri, Komisi II DPR RI, KPU, Bawaslu ditandai dengan mengaktifkan kembali badan ad hoc PPK dan Pelantikan PPS yang tertunda serta rekrutmen tenaga Petugas Pemutahiran Data Pemilih (PPDP) untuk pelaksanaan kegiatan pencocokan dan penelitian (Coklit),
Selanjutnya KPU mengeluarkan peraturan KPU terkaita pelaksanaan Pemilihan di tengah masih berlangsunya bencana nonalam Covid 19, yakni PKPU No. 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).
Ada beberapa hal yang menjadi tantangan dalam kegiatan Pemilihan Kepala Daerah tahun 2020 di masa Pandemi Covid 19 ini. Pertama, terkait masalah tahapan yang berlangsung rigid dan kesiapan tenaga penyelenggara (SDM) Pemilihan yang ada disemua tingkatan terutama yang berada di garda depan dan berhadapan lagsung dengan para pemilih dan menjadi pelaksana teknis di lapangan, seperti tenaga PPS, PPDP dan KPPS. Kedua, masalah sosialisasi dan partisipasi masyarakat yang tentunya menjadi tidak mudah ditengah merebaknya wabah Covid 19. Ketiga, masalah adaptasi dengan kehidupan normal baru (new normal).
Pelaksanaan Pemilihan di tengah wabah Pandemi Covid 19 tentunya beresiko. Jika ada satu tahapan yang telat dan melambat karena tidak disiplin menerapkan standar protocol Covid 19 (pemakaian masker, hand sanitizer, menjaga jarak), maka KPU yang menyelengarakan Pilkada akan berpotensi menjadi kluster baru bagi perluasan wabah Covid 19. Keselamatan penyelenggara tetap menjadi skala prioritas dan harus diutamakan. Oleh karenanya pemahaman dan penanaman nilai nilai kenormalan baru harus disiplin dipraktekkan oleh penyelenggara dalam melaksanakan tahapan pemilihan. Pilkada Sukses dan Pilkada Sehat menjadi komitmen bersama untuk bisa diwujudkan.
Masih tingginya grafik Covid di Sumut dan Medan khususnya, tentunya ini menjadi salah satu alasan penerapan protokol Covid 19 harus benar benar dilaksanakan secara ketat. Konsekwensinya pekerjaan KPU menjadi bertambah, yakni melakukan sosialisasi dan edukasi tentang normal baru kehidupan yang harus benar benar dipahamkan dan diterapkan tidak hanya kepada penyelenggara tapi juga kepada pemilih dan peserta pemilihan. Penerapan standard normal baru inilah yang agaknya menjadi tantangan bagi penyelenggara untuk bisa benar benar ditegakkan. Ini menyangkut masalah kebiasaan (habit) yang hanya bisa dirubah melalui proses pembudayaan (enkulturasi) terus menerus. Karenanya implementasi kenormalan baru (new normal) merupakan suatu tantangan yang harus diterapkan baik dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat.
Selain melakukan sosialisasi dan edukasi tentang adaptasi Normal Baru (new normal), KPU juga harus menyediakan Alat Perlidung Diri (APD) untuk memastikan fasilitas pendukung tersebut bisa dimiliki tidak hanya oleh penyelenggara pemilihan tapi juga para pemilih dan peserta pemilihan meliputi masker, hand sanitizer, face shield, sarung tangan pada saat melaksanakan tugas tahapan di lapangan. Pengadaan APD ini tentunya membutuhkan anggaran yang cukup besar Oleh karenanya harus diimbangi dengan kesadaran (conciousness) masyarakat untuk berdisiplin menggunakannya dalam keseharian.
Sebelumnya , pada tahun 2019, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif juga sukses digelar. Kedua Pesta perhelatan demokrasi ini dapat dilaksanakan dengan baik dan berlangsung cukup aman dan lancar dengan tingkat partisipasi yang cukup siginifikan. Paling tidak untuk Kota Medan Pemilu tahun 2019 menghasilkan angka partisipasi sebesar 74.20 % untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan 73,67 % untuk Pemilihan DPRD Kota Medan. Ada peningkatan angka partisipasi yang cukup tajam dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Legislatif tahun 2014. Dua momentum pesta demokrasi ini yang berhasil dilaksanakan dengan sukses, aman dan lancar membuktikan bahwa masyarakat di negri in memiliki kesadaran dan antusias yang cukup tinggi serta mendukung proses demokrasi yang berlangsung, yakni memahami proses pemilih tanpa gangguan tantangan yang cukup berarti.
Pilkada serentak tahun 2020, ada peningkatan atau selisih angka partispasi yang cukup signifikan dari tahun 2015 ke tahun 2020, yakni gab angka partisipasi sebesar 20.42 %. Sebagaimana diketahui angka partisipasi Pilwako Medan pada tahun 2015 sebesar 25.38 % sedangkan pada tahun 2020 sebesar 45.80 %. Selisih angka kenaikan ini tercatat sebagai 5 tertinggi di Indonesia bila diperhadapkan pada angka partisipasi tahun 2015. Walaiu sebelumnya banyak pihak yang mengkhawatirkan capaian tingkat partisipasi dan kehadiran pemilih ke TPS
Jika Pemilu 2019, dilaksanakan dengan 5 surat suara, dimana rakyat memilih sekaligus Presiden Wakil Presiden, DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sedangkan Pemilihan pada tahun 2020 merupakan Pemilihan Kepala Daerah serentak yang berlangsung di tengah masih merebaknya bencana nonalam Covid 19, menjadikan pesta demokrasi ini menjadi tidak hanya penuh tantangan; apakah pemilih akan berani datang ke TPS tapi sekaligus kekhawaturan jika KPU menjadi pemicu cluster baru Covid 19. Bencana nonalam Covid 19 menjadikan tahapan pelaksanaan pesta demokrasi dirasakan sangat penuh resiko dan berharap agar proses tahapan pemilihan berlangsung lancar dan penyelenggara Pemilihan tetap diberi kesehatan dan terhindar dari bencana nonalam Covid 19.
Tulisan ini merupakan studi dokumen dengan setting lokasi di Kota Medan, khususnya KPU Kota Medan yang merupakan salah satu penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (baca: Walikota dan Wakil Walikota) pada tahun 2020. Kota Medan merupakan salah satu barometer di Sumatera Utara dengan jumlah populasi pada tahun 2020 mencapai 2,435,252 jiwa dengan luas area 265.10 km2 dan kepadatan penduduk 9.186 jiwa/km2. Kota Medan juga dikenal sebagai kota multietnik (Pelly, 1994),. Meski heterogen, namun tak ada budaya dominan (dominan culture) di Kota Medan (Bruner, 1987) Ada 21 kecamatan, 151 kelurahan serta 2001 Lingkungan di Kota Medan, masing masing kecamatan tersebut adalah : Medan Barat, Medan Baru, Medan Timur, Medan Area, Medan Kota, Medan Polonia, Medan Petisah, Medan Johor, Medan Tuntungan, Medan Helvetia, Medan Sunggal, Medan Labuhan, Medan Deli , Medan Belawan, Medan Tembung Medan Marelan, Medan Maimun, Medan Selayang, Medan Denai, Medan Perjuangan, Medan Amplas. Pelaksanaan Pemilihan kepala daearah di Kota Medan pada tahun 2020 ditengah masih berlangsungnya bencana nonalam Covid 19 merupakan tantangan tersendiri dan menjadi sangat strategis.
Tulisan akan melakukan analisis terhadap tampilan data partisipasi pada Pemilihan dan Pemilu di Kota Medan selama 2004 – 2020. Dan secara khusus pada Pilwako tahun 2015 dan Pilwako Medan 2020 dengan cara membandingkan sekaligus menyandingkan data yang ada untuk meilihat dinamika dan trend angka partisipasi yang ada di masing masing kecamatan serta sejauh mana pengaruh bencana nonalam Covid 19 terhadap partisipasi pemilih di masing masing kecamatan pada Pilwako Tahun 2020.
Unit analisis dalam stud dokumen ini adalah tampilan angka partisipasi pemilih pada pelaksnaan Pemilu maupun Pemilihan di Kota Medan selama rentang waktu 2004 – 20202. Dan secara khusus analisis juga dilakukan terhadap dinamika angka partisipasi yang ada di masing masing kecamatan pada 2 momentum pemilihan, yakni Pilkada Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015 dan tahun 2020.
II.Metodologi
Metode yang digunakan dalam studi dokumen dengan cara mendeskripsikan perolehan data partisipasi pada Pemilu dan Pemiihan yang ada di Kota Medan, antara rentang waktru 2004 – 2020. Selanjutnya perbandingan dan penyandingan data partisipasi secara khusus pada dua momentum pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2015 dan 2020 sekaligus melakukan analisis terhadap matriks dan infografik perolehan angka partisipasi pada 16 tahun terakhir (2014 – 2020). Alasan memilih 2 momentum Pemilihan Walikota tahun 2015 dan 2020 adalah untuk melihat trend dan dinamika angka partisipasi yang ada sekaligus melakukan analisis terhadapnya. Bahwa perolehan angka partisipasi Pilwako Medan tahun 2015 merupakan yang terendah seluruh Indonesia sehingga acap menjadi perhatian. Oleh karenaya dengan membandingkannya pada Pilwako 2020 ingin diihat hal hal apa saja yang mempengaruihi dinamikam angka partisipasi pemilih.
Adapun alur pemilihan lokasi penelitian ini adalah mengacu pada tampilan data partisipasi pemilih di Kota Medan selama rentang waktu 16 tahun, yakni 2004 – 2020. Selanjutnya secara khusus alur akan focus untuk melihat perolehan angka partipasi yang ada pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota tahun 2015 dan Pilwako tahun 2020 di masing masing kecamatan yang ada.
III. Konsep dan Teori
Untuk memahami dinamika partisipasi pemilihan di Kota Medan, khususnya terkait dengan faktor sosial budaya, perlu pemahaman tentang konsepsi kebudayaan yang bersinggungan dengan dimensi politik. Dalam hal ini Malinowski (1944:36) mendefenisikan kebudayaan sebagai suatu kesatuan yang integral yang terdiri dari penerapan dan penggunaan berbagai kelompok sosial, ide pemikiran, materi atau hasil budaya, kepercayaan dan tradisi. Pemahaman kultural masyarakat dalam praktik politis merupakan bagian kehidupan yang berjalan secara general, tarik-menarik dan kesepakatan terhadap dimensi politik adalah hasil pembelajaran masyarakat sebagai kelompok sosial.
Fenomena pilkada Walikota Medan tahun 2015 dan 2020 meski secara waktu sudah berlalu namun tetap menarik dan relevan dalam melihat perilakupemilih setelah fenomena tersebut berlangsung; mengingat masih rendahnya derajat partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Medan yang lalu dengan angka partisipasi 25.38 %, terendah di Indonesia dan membandingkannya dengan Pilkada tahun 2020 dengaa angka partisipasi 45,80 % ..
Terkait masalah perilaku , Matsumoto (2007:1286) mendeskripsikan perilaku individu dalam kelompok masyarakat adalah hasil keterhubungan antara peran sosial yang bergantung pada aspek kultural dan identitas peran pribadi yang berbeda dalam dimensi ruang dan waktu. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa perilaku individu dalam masyarakat adalah respon atas peran sosial dengan basis budaya dengan mengadopsi identitas peran dan menghadapkan identitas tersebut pada beragam situasi sosial.
Prilaku budaya politik masyarakat sebagai pemilih menurut Svitaylo, et al (2014:939-940) dipengaruhi oleh kombinasi antara orientasi kognisi dan orientasi afektif dari pemilih terhadap calon dan partai, alasan dan latar belakang sosial calon. Hal ini masih senada dengan teori Almond dan Verba yang menggambarkan ada 3 orientasi pemilih harus berpolitik, yakni: cognitive, affective dan evaluasi.
Perilaku masyarakat pemilih dalam konteks ini tidak hanya kombinasi faktor sosial budaya dan perilaku kultur politik masyarakat namun juga dipengaruhi oleh bentuk pilihan rasional atas tindakan politis masyarakat terhadap calon pilihan. Tindakan pilihan masyarakat terbagi atas dua bahagian, yaitu bentuk pilihan untuk memilih dan bentuk pilihan untuk tidak memilih dimana kedua bentuk pilihan tersebut didasarkan atas pilihan rasional pemilih dengan beragam pengalaman yang dimiliki oleh masyarakat. Scott (2000) mengetengahkan pilihan rasional sebagai konsep yang dibangun atas karakter manusia dan melakukan kalkulasi modal dan keuntungan dari aksi sebelum memutuskan untuk melakukan. Konsep pilihan rasional ini dalam ranah ilmu sosial merupakan bentuk aplikasi interaksi sosial yang diambil dari teori pertukaran (exchange theory). Malinowksi (1922) dan Mauss (1925) melihat bahwa pertukaran sosial terdapat dalam struktur resiprositas dan obligasi sosial, dimana bentuk pilihan rasional didasarkan pada pemikiran dan pengalaman yang dimiliki oleh individu masyarakat untuk melakukan dan memutuskan suatu pilihan. Dalam konteks pilihan politik, pilihan rasional masyarakat pemilih seringkali berbenturan dengan kepentingan politik hal ini diyakini sebagai bentuk perlawanan dan kritik terhadap kepentingan politik yang tidak dapat menampung aspirasi masyarakat dan tidak menjalankan fungsi keterwakilan melalui praktik politik yang ada. Dalam penelitian ini pilihan rasional masyarakat pemilih akan dilihat dalam bingkai faktor sosial budaya yang menjadi latar belakang pilihan rasional masyarakat untuk tidak memilih atau dalam bahasa politik pilkada diistilahkan sebagai rendahnya partisipasi politik masyarakat untuk memilih.
IV. Analisis
Melihat pada proses hasil Pemilihan dan Pemilu di Kota Medan pada 16 tahun terakhir (2004 – 2020) menarik untuk menyandingkan sekaligus membandingkan tampilan data dengan pemilihan sebelumnya khususnya pada level yang sama, yakni Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan; Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut; Pemilu Presiden dan Wakil Presiden; dan Pemilu Legilslatif , baik DPR RI, DPD RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten. Ada fakta menarik bahwa trend kehadiran Pemilh di Kota Medan pada setiap Pemilihan kepala daerah, baik itu Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Walikota dan Wakil Walikota cendrung menurun dengan catatan bahwa kehadiran Pemilih di Pilwako Medan lebih rendah di bandingkan dengan Pilgub. Sebaliknya kehadiran Pemilih dalam Pemilu (Presiden dan Wakil Presiden maupun Legislatif) relative lebih tinggi bila dibandingkan dengan Pemilihan Kepala Daerah
Dari tampilan matriks dan infografis yang ada memberikan informasi yang cukup penting untuk melihat dan menganalisis pola grafik yang ada. Terlihat bahwa pada setiap Pemilu yang bersifat nasional, trend kehadiran pemilih di TPS relatif cukup tinggi. Hal ini sebagaimana terlihat pada Pemilu Legislatif (Pileg) tahun 2004 yang menunjukkan angka partisipasi mencapai 78.21 % capaian angka partisipasi tertinggi yang diraih selama kurun waktu 15 tahun. Namun pada Pileg Tahun 2009 angka partisipasi menurun drastis hingga 47.44 %, selisih mencapai 30.77 %. Pada Pileg tahun 2014 kehadiran pemilih naik sedikit mencapai angka 51.83 %. Selanjutnya pada Pileg tahun 2019 angka partisipasi pemilih meningkat tajam mencapai angka partisipasi 73,67 %, Ada selisih angka lebih rendah sebesar 4.54 % antara Pileg tahun 2004 dengan Pileg tahun 2019. Sementara, angka partisipasi untuk DPRD Propinsi tercatat sebesar 73,27 %; untuk DPR RI sebesar 73,81 % serta DPD RI 73,95 % pada Pileg Tahun 2019.
Pada Pemilu Presiden tahun 2004 kehadiran pemilih di TPS menunjukkan angka partisipasi yang cukup variatif antara Putaran I maupun Putaran II, yakni 66.56 % dan 62.59 %. Pemilu Presiden tahun 2009, partisipasi pemilih mencapai 52.35 %, ada selisih 10,24 % lebih rendah dari Pemilu tahun 2004. Selanjutnya pada Pemilu Presiden tahun 2014, partisipasi pemilih mencapai 55,59 %, terdapat kenaikan 3,24 % dari Pemilu tahun 2009. Pada Pemilu Presiden tahun 2019 kehadiran pemilih di TPS sebanyak 74.20 %, selisih kenaikan 11,61 % dengan Pemilu Presiden tahun 2004 putaran II.
Tampilan angka partisipasi pemilih pada setiap Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden relatif tinggi. Jika pada tahun 2004 angka partisipasi pemilih pada Pemilu Legislatif yakni 78.21 % sedangkan pada tahun 2019 angka partisipasi pemililih yang tinggi terlihat pada Pemilu Presiden yakni mencaoai 74.20 %. Artinya selama 16 tahun terakhir (2004 – 2020) ada pola yang menggambarkan trend kenaikan angka partisipasi pemilih atau kehadiran pemilih ke TPS pada setiap Pemilu atau Pemilihan di Kota Medan. Kesimpulan bahwa pada saat berlangsungnya Pemilu Presiden maupun Pemilu Legislatif, pemilih di Kota Medan cendrung menunjukkan angka partisipasi yang tinggi walau belum atau tidak sampai mencapai target secara nasional. Sepertinya pola ini akan kembali berulang pada momentum Pemilu yang sama, yakni Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada masa masa yang akan datang.
Sebaliknya pada Pemilihan Kepala Daerah, baik Pilgub maupun Pilwako, trend angka partisipasi dan kehadiran pemilih di Kota Medan cendrung mengalami penurunan secara tajam. Dari infografis yang ada terlihat bahwa trend angka partisipasi pemilih tidak pernah mencapai angka 60 % . Artinya bahwa masyarakat tidak begitu tertarik atau peduli dengan Pemilihan kepala daerah, baik itu Gubernur maupun Walikota. Dari beberapa kali pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur maupun Walikota dan Wakil Walikota angka kehadiran pemilih ke TPS cendrung menurun tajam.
Pilwako tahun 2005, angka partisipasi menembus angka 54.70 %. Ini capaian angka partisipasi yang cukup tinggi selama berlangsungnya Pilwako di Kota Medan pada 15 tahun terakhir. Pada Pilwako 2010 yang berlangsung dua putaran, angka partisipasi pemilih mulai menurun. Pilwako tahun 2010 berlangsyng 2 putaran. Pada putaran I angka partisipasi pemilih sebesar 35.68 % dan pada putaran II sebesar 38.28 %. Pilwako tahun 2015 angka partisipasi pemilih di Kota Medan menunjukkan penurunan yang semakin tajam, yakni 25.38 %, terendah dalam sejarah Pemilihan di Indonesia sehingga Kota Medan mendapat sorotan secara nasional terkait rendahnya partisipasi pemilih.
Dinamika trend angka partisipasi di Kota Medan sejak tahun 2004 hingga 2020 boleh dikatakan sangat fluktuatif. Ini dapat dilihat dari tampilan grafik dan matriks yang ada. Oleh karenanya penting untuk memahami dan membaca pola grafik yang ada dan menganalisisnya, baik secara matematis maupun sosio kultural dan politis Dari tampilan info grafik Pemilihan Kepala Daerah di Kota Medan (baik Pilgub maupun Pilkwako) menampilkan pola yang tidak biasanya, khususnya pada tampilan grafik Pilwako tahun 2015, di mana derajat angka partisipasi pemilih mengalami keanjlokan secara signifikan. Pola ini sesuatu yang tidak biasa atau menyimpang, dan tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Membaca infografik dan matrik yang ada., tampilan angka partisipasi yang rendah pada Pilwako baik tahun 2010 maupun tahun 2015 sebenarnya sudah bisa diprediksi, salah satu penyebabnya adalah masih tampilnya petahana dalam proses kontestasi. Masyarakat pemilih tentunya masih dibayangi oleh peristiwa pemilihan yang sebelumnya dengan calon yang juga sama ditambah dengan hasil yang dirasakan selama petahana menjabat. Inilah yang pada akhirnnya mempengaruhi keputusan pemilih untuk memilih dan tidak memilih pada Pilkwako 2015.
Angka partisipasi Pilwako tahun 2005 s/d 2020 menunjukkan dinamika yang cukup fluktuatif, naik dan turun dengan selisih atau gab angka yang cukup variatif. Pada tahun 2005, angka partisipasi sebesar 54.70 %, tahun 2010 38.28 %, tahun 2015 25.38 % dan tahun 2020 45.80 %. Jika dideretkan semua tampilan angka ini maka angka partisipasi tertinggi Pilwako berada pada tahun 2005, yakni 54,70 % sedang terendah pada tahun 2015 sebesar 25.38 %. Selisih angka antara 2 Pilkada ini ada sebesar 29,32 %. Sedangkan selisih angka partisipasi masing masing Pilwako, antara Pilwako 2005 dengan Pilwako 2010 ada selisih penurunan angka partisispasi sebesar 16.42 %. Selanjutnya selisih antara Pilwako 2010 dengan Pilwako 2015 ada selisih penurunan sebesar 12.90 %. Dari Pilwako 2015 ke Pilwako 2020 terdapat selisih angka kenaikan sebesar 20.42 %. Selisih angka ini masuk dalam kategori kelima tertinggi di Indonesia berdasarkan release dari KPU RI.
Pada momentum Pilgub yang tercatat dimulai pada tahun 2008, 2013 dan 2018 terlihat bahwa pada pemilihan Gubernur tahun 2008 angka partisipasi pemilih di Kota Medan sebesar 47.10 %. Sementara pada Pilgub tahun 2013 angka partisipasi pemilih berada di angka 36.58 %, lebih rendah 10,52 % dari Pilgub sebelumnya. Selanjutnya, Pilgub tahun 2018, angka partisiipasi pemililh mengalami peningkatan, yakni mencapai 55.80 %, artinya ada kenaikan sebesar 19.22 % dari Pemilu tahun 2013; dan kenaikan sebesar 8,7 % dari Pilgub tahun 2008. Dinamika angka partisipasi menunjukan trend turun dan naik. Selisisih angka kenaikan lebih tinggi daripada selisih angka yang turun, yakni antara 19.22 % naik dan 10.52 % turun
Pada Pilwako tahun 2015 daftar pemilih tetap (DPT) di Kota Medan tercatat sebanyak 1.998.835 juta yang ini berimplikasi pada besarnya bilangan pembagi pemilih. Jumlah daftar pemilih tetap Kota Medan ini diperoleh setelah melalui berbagai tahapan proses dan alur pendataan yang cukup panjang. Tahapan proses pendataan ini boleh dibilang berlangsung cukup lama hingga menjelamg ditetapkannya jumlah DPT secara nasional. Beberapa masalah yang muncul terkait masalah DPT ini salah satunya adalah masih ditemukannya kegandaan data pemilih serta nama pemilih yang sudah meninggal muncul kembali dalam Sidalih (Sistem Data Pemilih). Gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kota Medan ternyata tidak menjamin bahwa masyarakat akan datang ke TPS. Hal ini terbukti pada Pilwako tahun 2015 hanya 25.38 % pemilih yang memberikan hak pilihnya diTPS atau sebanyak 507.351 pemilih dari total jumlah pemilih sebanyak 1.998.835. Kegiatan sosisalisasi tampaknya hanya ditujukan dan menjadi tanggungjawab KPU Kota Medan, sementara masyarakat maupun stakehoder terkait tidak merasa memiliki taggungjawab untuk melakukan sosialisasi. Padahal seharusnya stakeholder memliki peran strategis untuk melakukan kegiatan sosialisasi untuk meningkatkan partisiasi warga. Sementara di sisi lain,partai politik tampaknya kurang melakukan proses pendidikan politik kepada kadernya. Dengan adanya kepedulian dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan sosialisasi tentunya akan mampu mendorong proses percepatan dan peningkatan angka partisipasi.
Pemilihan serentak kepala daerah tahun 2020 yang berlangsung ditengah bencana nonalam Pandemi Covid 19 memberikan pemahaman dan pembelajaran akan banyak hal. Diantaranya adalah penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan pelaksanaan secara ketat; adaptasi kenormalan baru (new normal) serta menerapkannya dalam kehidupan sehari hari sehingga menjadi prilaku baru (new habit). Pilwako Medan tahun 2020 yang berlanggsung ditengah masih merebaknya bencana nonalam Pandemi Covid 19, sukses digelar dengan capaian angka partiisipasi pemilih sebesar 45.80 %. Sebuah capaian angka partisipasi yang diluar dugaan sama sekali. Ada selisih kenaikan sebesar 20.42 % dari Pilwako tahun 2015. Selisih kenaikan ini termasuk 5 besar di Indonesia berdasarkan catatan KPU RI. Meski tidak mencapai target nasional sebesar 77.5 %, namun angka partisipasi pemilih di Pilwako Medan tahun 2020 merupakan sebuah sukses luar biasa ditengah penyelenggaraan Pilkada yang berlangsung ditengah Pandemi Covid 19 masih merebak.
Ada hal yang menarik, dari tampilan angka partisipasi pemilih yang ada, bahwa angka partisipasi tertinggi diraih oleh Kecamatan Medan Tuntungan dengan perolehan angka partisipasi sebesar 53.57 % tertinggi diseluruh kecamatan yang ada dan melampaui capaian angka rata rata. Padahal, selama berlangsungnya Pandemi Covid 19, kawasan Kecamatan Medan Tuntungan termasuk salah satu kawasan zona merah Pandemi Covid 19, karena di sini terdapat RS H. Adam Malik yang merupakan tempat perawatan bagi pasien penderita Covid 19. Ironisnya di kecamatan ini antusiasme masyarakat untuk hadir ke TPS cukup tinggi. Pandemi Covid 19 ternyata tidak menghalangi pemilih untuk datang ke TPS.
Pada Pilwako 2020 kegiatan sosialisasi KPU Kota Medan bekerjasama dengan banyak pemangku kepentingan (kolaborasi multi stake holder) untuk memastikan pelaksanaan kegiatan sosialisasi dapat berlangsung secara massif (massal dan intensif). Pelibatan LSM dan Ormas menyasar pada komunitas kelompok dampingan di berbagai sektor seperti petani perkotaan, nelayan, buruh, perempuan pekerja rumahan, pedagang dan komunitas daerah pinggiran/perbatasan serta kelompok disabilitas. . Untuk kalangan Perguruan Tinggi melibatkan berbagai universitas, baik tingkat fakultas hingga organisasi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di Kota Medan. Pelibatan tokoh agama dan tokoh budaya serta etnik melalui organisasi forum kebangsaan serta paguyuban etnik yang ada. Pemerintah cq. Kesbangpol .juga turut berperan melakukan kegiatan sosialisasi dan melibatkan KPU serta Bawaslu dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
Ada kurang lebih 100 lembaga yang dilibatkan bekerjsama untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi. Mengingat situasi Pandemi Covid 19 masih berlangsung maka kegiatan sosislisasi dilakukan dengan cara melalaui media dalam jariangna (daring) serta kegiatan tatap muka (luring) yang dibatasi jumlah peserta sosialisasi yang hadir. Kegiatan sosialisasi tatap muka utamanya diakukan jika peserta adalah kalangan orang tua, edangkan untuk kalangan milenial para pemilih muda biasanya menggunakan media dalam jaringan.
Selain melibatkan LSM, Ormas dan Perguruan Tingggi, serta Tokoh Agama dan Budaya/Etnik kegiatan sosiaisasi juga dilakukan melalaui media baik media sosial, media online , cetak dan media elektronik, TV maupun Radio serta memaksimalkan peran Media Center yang ada di KPU Medan . Sosialisasi juga dilakukan dengan membagikan brosur, leaflet, souvenir, pemasanagan spandauk, baliho serta kegiatan blusukan yang dilakukan oleh Relawan Demokrasi ke pusat pusat keramaian, sepert pasar/pajak, café/warung kopi serta menyasar ke komunitas seperti : disabilitas, perempuan, pemilih pemula, tokoh agama, dan komunitas pinggiran.
Kolaborasi multi stakeholder dengan memadukan metode daring dan luring serta pemanfaatan berbagai media yang ada, merupakan strategi yang diterapkaan oleh KPU Kota Medan pada Pilwako 2020 untuk mendongkrak partisipasi pemilih. Strategi ini tentunya masih bersifat kurang lebih dan perlu ada terobosan yang lebih progresif untuk mendongkrak derajat partisipasi pemilih pada momentum pemilu dan pemilihan yang akan datang tentunya dengan tetap berpijak pada realitas dan kondisi masyarakat Kota Medan yang dinamis dan pluralis.
V. Kesimpulan
Dinamika angka partisipasi Kota Medan pada 16 tahun terakhir menunjukkan pergerakan yang cukup menarik untuk dicermati. Paling tidak dari matrik dan infografik sebagaimana yang diekspos terlihat ada pola yang cendrung berulang hingga tampilan grafik yang melandai di bagian tengah sebagai pertanda rendahnya grafik angka partisipasi. Sementara di bagian sisi kanan dan sisi kiri grafik, tampilan grafik cendrung meninggi dan hampir merata. Sehingga secara umum terlihat, pergerakan grafik menampilkan pola dari tinggi ke rendah dan berhenti di titik tengah. Pemilu tahun 2013, sebagai pusat median, dan berada ditengah kemudian secara perlahan tapi pasti, grafik mulai menunjukkan kenaikan secara baik, meski kemudian menurun secara ekstrem di 2015 pada Pemilihan Walikota. Namun pada 3 tahun kemudian, tepatnya pada Pilgub 2018, grafik menaik tajam . Trend ini terus menaik dan cendrung sejajar di tahun 2019.
Pada Pilwako Medan tahun 2015 dan 2020, jika membandingakan antara keduanya dari tampilan angka partipasi yang ada khususnya dari masing masing kecamatan , terlihat rata rata mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Secara umum, ada selisih kenaikan angka partisipasi sebesar 20.42 % antara pilwako tahun 2015 dengan Pilwako 2020. Perolehan angka partisipasi Kota Medan pada Pilwako 2015 adalah 25.38 %, dengan jumlah DPT 1.998.835, sedangkan angka partisipas pada Pilwako tahun 20202 adalah sebesar 45.80 % dengan jumkah DPT 1.601.001. Kecamatan Medan Amplas adalah kecamatan terendah angka partisipasinya pada Pilwako tahun 2015 hanya mencapai 19.90 %, sedangkan pada Pilwako tahun 2020 Kecamatan Medan Maimoon, adalah terendah partisipasi mencapai 38.58 %. Angka partisipasi tertinggi pada Pilwako 2015 ada di Kecamatan Medan Timur sebesar 33.51 % sedangkan pada Pilwako 2020 partisipasi tertinggi ada di Kecamatan Medan Tuntungan dengan angka sebesar 53.57 %.
Ironisnya, perolehan angka partisipasi tertinggi pada Pilwako tahun 2020 justru berada di kawasaan zona rawan Pandemi Covid 19, yakni Kecamatan Medan Tuntungan. Daerah ini masuk dalam kawasan rawan Pandemi, karena di Kecamatan ini terdapat Rumah Sakit Adam Malik, yang merupakan rumah sakit tempat pasien Covid 19 dirawat intensif. Artinya , bencana nonalam Pandemii Covid 19 sepertinya tidak mempengaruhi tingkat kehadiran pemiih ke TPS. Terbukti, warga di Medan tuntungan menunjukkan antusiasme datang ke TPS.
Dari tampilan pola grafik yang ada,dinamika angka partsipasi di Kota Medan boleh dikatakan termasuk pola yang cukup progresif fluktuatif. Pola ini tampaknya akan cendrung berulang pada fase pemilu dan pemilihan pada level yang sama. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perlu ada upaya atau treatmen khusus untuk memacu angka partisipasi di Kota Medan agar semakin membaik. Paling tidak untuk mengurangi daerah cekungan yang menggambarkan grafik partisipasi yang cendrung rendah. Mengacu dari tampilan grafik yang berada di titik tengah atau median sebagai tumpuan maka trend infografik menggambarkan sebuah pola yang masih bisa berubah atau dinamis menuju ke arah yang lebih baik pada pemilu dan pemilihan yang akan datang.
Akankah momentum Pemilu dan Pemilihan tahun 2024 yang jadwalnya telah ditetapkan akan mengalami nasib yang sama seperti Pilkada tahun 2020, yakni akan tertunda di awal tahapan. Saat ini ancaman bencana non alam Covid 19 belum bisa diprediksi kapan akan selesai, sehingga pelaksanaan pesta demokrasi Pemilu dan Pemilihan tampaknya masih akan berlagsung di tengah bemcaa nonalam Covid 19.
Dari proses pembelajaran pelaksanaan Pilkada Kota Medan tahun 2020 menunjukkan bahwa Pandemi Covid 19 adalah bencana nonalam yang ternyata tidak menjadi faktor penghambat partisipasi pada proses Pemilihan Walikota dan Waklil Walikota Medan tahun 2020. Bahkan sebaliknya partisipai pemiih pada Pilkada Kota Medan tahun 2020 mengalami peningkatan yang cukup sifgnifikan bila dibandingkan dengan Pilkada yang smaa pada tahun 2015.
Adaptasi kenormalan baru (new normal) menjadi pilihan strategi yang tidak bisa tidak harus diterapkan sebagai upaya menjaga kesehatan dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, yakni memakai masker dan hand sanitizer, menjaga jarak serta memastikan diri sudah melakukan vaksinasi Covi 19 sebagai bentuk ikhtiar untuk menjaga kesehatan dan keselematan dari bencana non alam Covid 19. Hal ini tentunya menjadi concern kita semua ketika momentum Pemilu dan Pemilihan 2024 menjadi sebuah keniscayaan untuk dilaksanakan.
Daftar Pustaka
Almond, Gabriel A. and Sidney Verba. 1989. The Civic Culture: Political Attitudes and Democracy in Five Nations: An Analytic Study. Boston, Toronto: Little,Brown,Bruner, Edward.2006. “Kerabat dan Bukan Kerabat dalam T.O Ihromi (ed) Poko-Pokok Antropologi Budaya, Gramedia, Jakarta
Freeman, R. E. (1984). Strategic Management: A Stakeholder Approach. Boston, Pitman
Malinowski, Bronislaw. 1944. A Scientific Theory of Culture. Chapel Hill: University of North Carolina Press.
Matsumoto, David. 2007. Culture, Context, and Behavior. Journal of Personality 75: 6, Blackwell Publishing, Inc. (p. 1286-1320).
Pelly, Usman. 1994, Urbanisasi dan Adaptasi , LP3ES,
Svitaylo, Nina and Andriana Kostenko, Ana Podgornik. 2014. Electoral Political Culture in Ukraine; A Case Study of Ukrainian Parliamentary Elections of 2012. Teorija in Praksa Let 51, 5/2014. (p.928-943)
Laporan Survey , Lembaga Survey Indonesia (LSI) tahun 2017, KPU Medan 2021
Laporan Survey, Balitbang Pemko Medan, tahun 2017, KPU Medan 2021
Laporan Survey FISIP USU tahun 20201 , Faktor yang mempengruhi partisipasi politik masyarakat pada Pilkada Kota Medan tahun 2020, KPU Medan 2021
Laporan Survey , Suluh Muda Inspirasi (SMI) tentang Data Pemilih KPU Kota Medan tahun 2020, KPU Medan, 2021
Laporan Pelaksanaan :Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan tahun 2020, KPU Medan 2021
Kota Medan Dalam Angka, BPS Kota Medan, Tahun 2021
PKPU No. 6 tahun 2020 tentang Pelaksanaaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (COVID 19).